Sudah merupakan pengetahuan kita bersama
bahwasanya negara Indonesia ini memiliki semboyan yaitu Bhinneka Tunggal
Ika, yakni memiliki perbedaan pada setiap elemen bangsa namun bersatu
dalam satu semangat tujuan. Perbedaan-perbedaan yang ada tidaklah
dianggap sebagai jurang pemisah, akan tetapi dengan adanya perbedaan
menghasilkan satu barisan kokoh, kompak, dan saling merasakan. Begitulah
gagasan mula perbedaan tetapi tetap satu jua.
Sebagai negeri dengan penduduk mayoritas
muslim. Persaudaraan diantara pemeluknya dalam satu fondasi keimanan
merupakan modal sekaligus aset disaat negeri ini akan meraih
kemerdekaannya. Kaum muslimin kala itu bersatu dalam satu barisan.
Sebagian diantara mereka memiliki tekad kemerdekaan satu, sebagian
lainnya menganggap perjuangan meraih kemerdekaan adalah bagian dari
jihad yang harus dibela. Para pahlawan bersatu, berjuang melawan para
penjajah, menentang kolonialisme apapun bentuknya, mempertahankan
kehormatan bahwa hakikatnya negeri ini (Indonesia) awalnya adalah tanah
merdeka, tak ada yang berhak untuk memilikinya selain rakyatnya sendiri.
Adalah Islam, ajarannya menjunjung tinggi
persaudaraan, menyatukan perbedaan warna kulit, budaya, suku bangsa,
dalam satu bingkai kecintaan yakni kepada Allah beserta Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam, dalam satu tujuan kehidupan abadi setelah
di dunia ini yakni surga, yang memiliki luas seluas langit dan bumi.
Maka dengan demikian, persaudaraan adalah sebuah nikmat. Di dalamnya ada
persatuan tak terpisahkan dan dalam persatuan itu terdapat hubungan
saling mengokohkan, menguatkan, dan padu dalam semangat cinta satu sama
lain.
Persaudaraan merupakan nikmat yang Allah
karuniakan kepada kita hari ini, bukankah kita akan merasa sangat
bahagia, ketika kita hidup dalam sebuah negara yang mayoritasnya bukan
Islam, namun berjumpa dalam satu keadaan dengan muslim lainnya sehingga
berbahagialah kita bahwa ada saudara se-Islam dalam negeri tersebut.
Kebanggaan itu menghasilkan kebahagiaan, dan tidaklah kebahagiaan itu
ada melainkan Allah Ta’ala karuniakan itu semua kedalam hati-hati kita.
Sungguh indah apa yang Allah Ta’ala firmankan,
“Dan berpeganglah kamu semuanya
kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan
ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu
karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada
di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk.” (QS. Ali Imraan : 103).
Persaudaraan adalah sebuah kenikmatan,
semangat persatuan itu takkan dapat dibeli dengan uang, dibelanjakan
dengan harta sebanyak apapun. Oleh karena itu saking mulianya sebuah
persaudaraan, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memanggil pengikut
beliau ketika itu dengan panggilan akrab nan hangat yakni ‘sahabat’.
Sungguh tak dapat dinafikan nikmat persaudaraan yang Allah tetapkan kita
dan semoga jadikan kita sebagai orang yang memelihara tali persaudaraan
sebagai seorang muslim. Allah Ta’ala berfirman perihal persatuan yang
dialami oleh dua kaum beriman ketika itu yakni suku Aus dan Khazraj,
“Dan yang mempersatukan hati mereka
(orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan)
yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati
mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya
Dia Maha gagah lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Anfal : 63
Sungguh tantangan kedepan tidaklah lebih
ringan daripada hari ini. Apa yang kelak akan dihadapi negeri ini
semakin lama tentunya akan semakin meningkat. Sebagaimana Allah berikan
ujian kepada hambanya, tidaklah ujian semakin lama akan semakin ringan.
Akan tetapi ujian yang Allah berikan untuk meningkatkan derajat hambaNya
akan selalu meningkat pula. Seseorang yang ingin berhasil pun harus
siap dengan tantangan keberhasilannya. Tak ada jalan mudah menuju
kebahagiaan, kesuksesan bila tak ada tantangan dihadapan.
Maka, tantangan persaudaraan bangsa ini
adalah bukan lagi ancaman fisik melalui penjajahan, namun tantangan
lainnya akan dating dari berbagai sisi, seperti ekonomi, teknologi,
seni, dan hal-hal lain. Akan tetapi sudah sepatutnyalah kita sebagai
bagian dari penerus negeri ini untuk senantiasa kokoh dan semakin
merangkul bahu-membahu demi kelangsungan bangsa dan anak cucu kita
nantinya.
Menjadi dewasa dalam persatuan adalah
kewajiban, hal ini semata-mata agar kita bisa terus menerus menjadi
bangsa mandiri. Bangsa yang didalamnya terdapat organism tangguh untuk
mengangkat derajat pribadi dan harkat negeri. Pada sekup yang kecil,
sudah selayaknya bila kita memulai menjaga persatuan dari ranah
sederhana. Dari keluarga kita, dikokohkan fondasi kerukunan dan
ketentramannya, dari tingkat masyarakat dibangunlah kemampuan untuk
saling mengerti, memahami, dan satu visi. Terlebih dalam sebuah
masyarakat muslim. Maka, Allah akan memberikan ganjaran mulia. Tidak
hanya dari sisi dunia saja, melainkan dari sisi akhirat kelak.
Menjaga Iman, Mengikat Persatuan
Semoga kita dijadikan oleh Allah sebagai
hambanya yang senantiasa dimudahkan untuk saling kasih sayang dan
mengokohkan demi terjaganya persatuan, semoga Allah menjadikan kita
menjadi insan yang disabdakan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam,
“Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan
(kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan
kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang
yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan
akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi
‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya,
selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 2699).
Saudaraku, ada beberapa hal yang
setidaknya dapat kita cermati dan semoga Allah merahmati dan memudahkan
kita untuk menapaki tangga-tangga keimanan yang dapat menyatukan kita
dalam berbangsa dan bernegara. Tangga-tangga tersebut setidaknya adalah,
Pertama,
hendaklah saling mencintai karena Allah Ta’ala maka seseorang kelak
akan merasakan manisnya iman seperti sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa
sallam dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Tiga perkara yang seseorang akan
merasakan manisnya iman : [1] Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari
selain keduanya, [2] tidaklah mencintai seseorang kecuali karena Allah,
[3] benci untuk kembali pada kekufuran sebagaimana dia benci untuk
dilemparkan dalam neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kedua, saling membantu antar sesame sebagaimana yang Allah pesankan,
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (QS. Al Maaidah : 2)
Ketiga,
menjaga kehormatan saudaranya, seperti pesan Nabi shalallahu ‘alaihi wa
sallam: “Janganlah kalian saling mencari-cari kesalahan orang dan
jangan saling mendengki, jangan saling bertolak belakang, dan janganlah
saling memusuhi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling
bersaudara.” (HR. Bukhari).
Keempat, senantiasa mendoakan saudaranya seperti yang Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan:
“Do’a seorang muslim kepada saudaranya
di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab
(terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendo’akan saudaranya ini ada
malaikat yang bertugas mengaminkan do’anya. Tatkala dia mendo’akan
saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: “Amin.
Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi”. (HR. Muslim no.
2733)
Semoga Allah senantiasa memberikan kepada
kita keteguhan untuk selalu berjalan di atas dienNya, dan agar Allah
selalu memberikan kemuliaan kepada kaum muslimin kapan dan dimanapun
kaum muslimin berada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar