1

Senin, 02 Desember 2013

PANDANGAN GEREJA KATOLIK TERHADAP KONDOM

Gereja Katolik (Vatikan) menyerukan kepada masyarakat bahwa kondom tidak melindungi seorang dari ketularan virus HIV/AIDS. Selanjutnya sebagaimana dikemukakan oleh Kim Barnes (2003) dari BBC London, menyatakan bahwa cara terbaik agar terhindar dari virus HIV/AIDS adalah abstinentia, yaitu tidak melakukan hubungan seks di luar nikah.
Alfonso Lopez Trujillo (2003) seorang kardinal senior dari Vatikan yang menyatakan virus HIV/AIDS dapat menembus dinding kondom, kecilnya virus HIV 1/450 lebih kecil dari sperma saja masih bisa menembus lapisan kondom, apalagi virus HIV.
Gordon Wambi (2003) seorang aktivis AIDS menyatakan ketidaksetujuan pemakaian kondom. Hal ini sesuai dengan Vatikan’s Pontifical Council for Familiy yang menyerukan kepada pemerintah agar tidak menganjurkan pemakaian kondom kepada rakyatnya: kampanye kondom sama saja kampanye rokok, bahanya sama.
Sejak kondom mudah diperoleh, penyebaran virus HIV/AIDS menjadi semakin melesat dengan pesat, disimpulkan bahwa kondom membantu penularan penyebaran HIV/AIDS, demikian dikemukakan oleh Archbishop of Nairobi (Raphael Ndingi Nzeki, 2003).
Selanjutnya gereja Katolik menganjurkan kepada salah satu pasangan suami istri yang terinfeksi untuk tidak menggunakan kondom, sebab virus HIV bisa menembus pada pasangan yang lain. Dewasa ini dunia sedang menghadapi global pandemic HIV/AIDS yang telah menewaskan lebih dari 20 juta orang dan menginfeksi 42 juta oran

Dadang Hawari Bantah Argumen Menkes Soal Solusi HIV/AIDS

Psikiater Prof. Dr. Dadang Hawari dengan tegas membantah argumen Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi dalam menanggulangi HIV/AIDS. “Jadi beliau ini salah besar! Saya berani katakan demikan,” tegasnya kepada mediaumat.com, Ahad (1/12) melalui sambungan selular.
Dari Washington DC Menmediaumat.com alasan mengapa digelar Pekan Kondom Nasional (PKN). “Bagi orang yang kurang kuat imannya dan tetap mau melakukan perilaku seks berisiko, paling tidak, usahakan untuk tidak tertular dan menularkan penyakit, artinya selalu pakai kondom,” katanya.
kes Nafsiah menyatakan kepada
Jadi, menurutnya, yang menjadi sasaran dalam PKN yang digelar pada hari ini hingga 7 Desember mendatang adalah kantong-kantong seks beresiko. “Semua yang melakukan seks berisiko, terutama laki-laki dan perempuan di tempat-tempat pelacuran atau seks berisiko,” tegasnya.
Mendengar alasan itu, psikiater terkemuka di Indonesia ini pun di ujung sambungan telepon menjawab dengan nada tinggi: “Kalau untuk ‘orang yang tidak beriman’ dibikin beriman dong, jangan dikasih fasilitas. Ini difasilitasi untuk berzina. Seolah-olah berzina itu halal, padahal haram. Meskipun pakai kondom, tetap haram, jajan tetap haram!”
Menurut Dadang, jadi solusi yang tepat adalah diadakannya kampanye keimanan dan sanksi yang tegas bagi pelaku zina. “Solusinya seharusnya ditingkatkan keimanan dan sanksi bagi yang berzina. Aneh, kalau pakai narkoba dilarang kalau seks bebas tidak dilarang. Di mana logikanya? Tidak masuk akal! Ini kondom hanya untuk orang yang kurang iman, yang beresiko. Mengapa kita memberi peluang pada resiko itu? Jangan diberi peluang!” tegasnya dengan nada semakin meninggi.
Ibu Menteri pun menyatakan bahwa kondom sekarang tidak berpori jadi akan aman digunakan untuk mencegah kehamilan dan virus HIV/AIDS. “Bila dipakai dengan tepat, benar dan konsisten, sangat efektif, hampir 100%. (Karena, red) sekarang yang dipakai adalah kondom dari latex yang tidak berpori, dan makin banyak bukti-bukti yang menunjukkan efektivitas kondom untuk pencegahan penyakit maupun kehamilan yang tidak direncanakan,” ujarnya.
Kontan saja, pernyataan itu pun dibantah Dadang. “Saya bisa pastikan salah besar! Karena kondom dibuat dari latex, berarti berserat berpori-pori. Kalau tidak berserat dan tidak berpori-pori itu dari plastik. Ukuran pori-porinya 1/60 mikron, kecil sekali. Kondom dirancang untuk Keluarga Berencana, untuk mencegah sperma. Ukuran virus di banding sperma 1/450 kali lipat. Jadi virus HIV sangat kecil sekali di banding sperma yang bentuknya seperti kecebong itu.”
Dadang pun menyatakan penelitian di Indonesia lima tahun yang lalu untuk KB dengan kondom gagal 20 persen. “Apalagi untuk HIV/AIDS! Sekarang kenyataannya, dengan menggunakan kondom ternyata semakin banyak pula yang terkena HIV/AIDS, padahal kampanye sudah bertahun-tahun, pengidap HIV/AIDS semakin banyak bukannya menurun.”
Ia juga menyebutkan hasil penelitian lain. “Di Amerika, 1/3 jumlah kondom yang beredar di pasar bocor. Kesimpulan dari penelitian dari Badan POM di Amerika tahun 2005, tidak dikampanyekan lagi kondom karena mulai gagal. Kondom untuk sperma bukan untuk virus HIV yang sangat kecil,” pungkasnya.

Minggu, 01 Desember 2013

KEDUDUKAN ANAK DARI HASIL PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT HUKUM ISLAM


Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, khususnya bila dilihat dari segi etnis, suku bangsa dan
agama. Konsekuensinya, dalam menjalani kehidupannya masyarakat Indonesia dihadapkan kepada perbedaan-perbedaan dalam berbagai hal, mulai dari kebudayaan, cara pandang hidup dan interaksi antar individunya. Perhatian pemerintah juga tidak luput dari permasalahan dalam hubungan antar umat beragama. Salah satu persoalan dalam hubungan antar umat beragama ini adalah masalah Pernikahan antar agama.

Pernikahan merupakan bagian dari fitroh manusia, seorang muslim yang hidup di negara yang majemuk seperti ini hampir dipastikan sulit untuk menghindari dari persentuhan dan pergaulan dengan orang yang berbeda agama. Pada posisi seperti ini ketertarikan pria atau wanita Muslim dengan orang yang berbeda agama dengannya atau sebaliknya, kemudian berujung pada pernikahan yang hampir pasti tidak terelakkan. Karena persoalan pernikahan antar agama hampir pasti terjadi pada setiap masyarakat yang majemuk.
Hal ini tentu saja dianggap oleh masyarakat kita yang mayoritas beragama Islam sebagai penyalahan atau pergeseran nilai-nilai Islam yang ada. Tak jarang hal ini sering menimbulkan gejolak dan reaksi keras di kalangan masyarakat kita. Masalah ini menimbulkan perbedaan pendapat dari dua pihak pro dan kontra, masing-masing pihak memiliki argumen rasional maupun argumen logikal yang berasal dari penafsiran mereka masing-masing terhadap dalil-dalil Islam tentang pernikahan beda agama.
Perkawinan di Indonesia diatur oleh UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Berdasarkan UU tersebut perkawinan di definisikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karenanya dalam UU yang sama diatur bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum agamanya dan kepercayaannya itu.

Perkawinan itu juga harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila perkawinan dilakukan oleh orang Islam maka pencatatan dilakukan oleh pegawai pencatat sebagaimana dimaksud dalam UU No. 32 Tahun 1954. Sedangkan, bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agama dan kepercayaannya selain agama Islam, maka pencatatan dilakukan pada Kantor Catatan Sipil.
Pada dasarnya, hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama sehingga ada kekosongan hukum. Mengenai sahnya perkawinan adalah perkawinan yang dilakukan sesuai agama dan kepercayaannya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UUP. Hal ini berarti UU Perkawinan menyerahkan pada ajaran dari agama masing-masing.
Namun, permasalahannya apakah agama yang dianut oleh masing-masing pihak tersebut membolehkan untuk dilakukannya perkawinan beda agama. Misalnya, dalam ajaran Islam wanita tidak boleh menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam (al Baqarah [2]: 221). Selain itu, juga dalam ajaran Kristen perkawinan beda agama dilarang (II Korintus 6: 14-18). 
Menurut hukum Islam
Masalah pernikahan berbeda dalam islam terbagi dalam 2 kasus keadaan. Pertama, pernikahan antara laki-laki non-muslim dengan wanita muslim. Para ulama sepakat, seorang wanita muslim haram hukumnya menikah dengan laki-laki non-muslim dan pernikahannya tidak sah. al-Quran menjelaskan Dalam surat al-Baqarah 221.
Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (Surat al-Baqarah Ayat 221)
Kedua, seorang laki-laki muslim dilarang menikah dengan wanita non-muslim kecuali wanita ahli kitab, seperti yang disebutkan dalam surat al-Maidah ayat 5
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.(al-Maaidah Ayat 5)
Pada surat al-Baqarah ayat 221 terang dijelaskan baik laki-laki ataupun perempuan memiliki larangan untuk menikahi atau dinikahkan oleh seorang musyrik. Dan dalam surat Al-Maidah di jelaskan kembali bagi  seorang laki-laki, boleh menikahi ahli kitab. Namun terdapat beberapa pendapat bahwa ahli kitab di sini bukanlah  penganut injil, ataupun taurat yang ada pada saat ini. Ahli kitab yang dimaksudkan disini ialah mereka yang bersyahadat Mengakui adanya ALLAH  akan tetapi tidak mengakui adanya Muhamad.
Meskipun sudah dilarang, perkawinan beda agama masih terus dilakukan. Berbagai cara ditempuh, demi mendapatkan pengakuan dari Negara. Baik dengan cara salah satu dari calon pengantin baik laki-laki ataupun perempuannya mengalah mengikuti agama pasangannya, lalu setelah menikah dia kembali kepada agamanya. Hingga menikah diluar negri.
Perkawinan beda agama yang ada pada saat ini, agar dikembalikan kepada agama masing-masing. Dalam jalinan pernikahan antara suami dan istri,harus didasari atas persamaan agama dan keyakinan hidup. Namun pada kasus pernikahan beda agama, karna pernikahan beda agama adalah pernikahan yangfasad (rusak atau tidak sah) dan tidak memenuhi syarat dan rukun nikah, sehingga anak yang hadir diantara mereka bisa dikatakan akan zina.
Fatwa MUI melarang perkawinan beda agama. Pada prinsipnya, bukan hanya agama Islam. Semua agama tidak memperbolehkan perkawinan beda agama. Umatnya saja yang mencari-cari peluang. Perkawinannya dianggap tidak sah, dianggap tidak ada perkwianan, tidak ada waris, anaknya juga ikut hubungan hukum dengan ibunya. Meskipun UU tidak memperbolehkan kawin beda agama, tetapi Kantor Catatan Sipil bisa menerima pencatatan perkawinan beda agama yang dilakukan di luar negeri. Pemerintah tdak tegas, seharusnya yang dicatat KCS adalah sesuai dengan hukum Indonesia. 
Harapan akan lahirnya keluarga sakinah akan sulit dicapai pasangan suami-istri yang berbeda agama, bagaimana mendidik anak-anak mereka. Seorang anak akan kebingungan untuk mengikuti ayahnya atau ibunya. Perkawinan baru akan langgeng dan tenteram jika terdapat kesesuaian pandangan hidup antar suami dan istri, karena jangankan perbedaan agama, perbedaan budaya, atau bahkan perbedaan tingkat pendidikan antara suami dan istri pun tidak jarang mengakibatkan kegagalan perkawinan.
Status Anak Luar Nikah

Mengenai status anak luar nikah, para ulama sepakat bahwa anak itu tetap punya hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Tanggung jawab atas segala keperluannya, baik materiil maupun spirituil adalah ibunya dan keluarga ibunya. Demikian pulanya dengan hak waris-mewaris.

Anak yang dibuahi dan dilahirkan diluar pernikahan yang sah atau nikah fasad, disamakan statusnya dengan anak zina dan anak li‟an. Oleh karena itu tidak ada hubungan nasab dengan bapaknya. Anak itu hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya. Bapaknya tidak wajib memebrikan nafkah kepada anak itu, namun secara biologis ia tetap anaknya. Tidak ada saling mewaris dengan bapaknya, karena hubungan nasab merupakan salah satu penyebab kerwarisan. Dan bapak tidak dapat menjadi wali bagi anak diluar nikah.

Hubungan yang timbul hanyalah secara manusiawi, bukan secara hukum. Meskipun demikian apabila anak diluar nikah itu seorang perempuan dan sudah dewasa lalu akan menikah, maka ia tidak berhak dinikahkan oleh bapak biologisnya.

Menurut hukum Perkawinan Nasional Indonesia, status anak dibedakan menjadi dua: pertama, anak sah. kedua, anak luar nikah. Anak sah sebagaimana yang dinyatakan UU No. Tahun 1974 pasal 42 adalah dalam anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.

Yang dimaksud dengan anak luar nikah adalah anak yang dibuahi dan dilahirkan di luar pernikahan yang sah, sebagaimana yang dsebutkan dalam peraturan perundang-undangan Nasional UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 43 ayat 1, menyatakan anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.

 Bila dicermati dari peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tentang Hukum Perkawinan, menyatakan bahwa status nasab anak di luar nikah hanya mempunyai hubungan keperdataan kepada ibunya dan keluarga ibunya. Implementasinya adalah bahwa anak di luar nikah hanya memiliki hubungan yang menimbulkan adanya hak dan kewajiban dengan ibu dan kelaurga ibunya. Mafhum mukhalafahnya adalah anak itu tidak mempunyai hubungan keperdataan dengan bapak biologisnya dalam nasab, hak dan kewajiban baik dalam bentuk nafkah, waris dan lain sebagainya. Hampir tidak ada perbedaan antara hukuk Islam dengan hukum perkawinan Nasional dalam menetapkan nasab anak di luar nikah, walaupun tidak menyatakan secara tegas.

Baru-baru ini UU No 1 th 1974 pasal 43 ayat (1) dijudicial review oleh Macicha Mokhtar, sehingga keluarlah putusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 17 Pebruari 2012 menjadi: Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan pedata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan ayahnya.

Yang dimaksud anak di luar nikah disini adalah anak yang lahir melalui pernikahan tetapi belum diakui negara karena tidak dicatatkan, seperti nikah siri. Memang secara hukum, tidak ada istilah anak hasil hubungan zina, yang ada hanya anak di luar nikah. Tetapi anak hasil zina disini adalah anak tanpa nikah sehingga tidak tergolong anak luar nikah seperti yang dimaksudkan putusan MK tersebut.

Argumentasi yang melandasi keputusan ini antara lain bahwa setiap anak adalah tetap anak dari kedua orang tuanya, terlepas apakah dia lahir dalam perkawinan yang sah atau di luar itu dan bahwasanya dia berhak memperoleh layanan dan tanggung jawab yang sama dalam perwalian, pemeliharaan, pengawasan dan pengangkatan anak tanpa diskriminasi. Hal ini sesuai dengan UU N0 12 tahun 2006 tentang Kewargannegaraan yang menyangkut hak asasi manusia (HAM).

HUKUM PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT SYARIAT ISLAM




Hukum pernikahan beda agama, atau biasa juga dikenal dengan pernikahan lintas agama. Selalu menjadi polemik yang cukup kontroversial dalam masyarakat, khususnya negara yang memiliki berbagai macam penduduk dengan agama yang berbeda-beda. Indonesia merupakan negara mayoritas muslim terbanyak di seluruh dunia, namun tetap saja sering muncul pertanyaan menyangkut perihal pernikahan. Bolehkah seorang muslim menikahi seorang yang non muslim jika boleh, bagaimana islam menyikapi hal tersebut? Mari kita lihat dari dua sudut pandang pada hukum pernikahan berbeda agama ini terlebih dahulu. Pernikahan beda agama, dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan pasangan yang menikah, yaitu: seorang laki-laki muslim menikahi perempuan dan sebaliknya, seorang muslim perempuan yang menikahi seorang laki-laki yang non muslim, pembagian ini dilakukan karena hukum di antaranya masing-masing berbeda. Bagaimanakah hukumnya dalam islam?

Hukum seorang laki-laki muslim menikahi perempuan non muslim (beda agama) Pernikahan seorang lelaki muslim menikahi seorang yang non muslim dapat diperbolehkan, tapi di sisi lain juga dilarang dalam islam, untuk itu terlebih dahulu sebaiknya kita memahami terlebih dahulu sudut pandang dari non muslim itu sendiri. 1. laki-laki yang menikah dengan perempuan ahli kitab (Agama Samawi), yang dimaksud agama samawi atau ahli kitab disini yaitu orang-orang (non muslim) yang telah diturunkan padanya kitab sebelum al quran. Dalam hal ini para ulama sepakat dengan agama Injil dan Taurat, begitu juga dengan nasrani dan yahudi yang sumbernya sama. Untuk hal seperti ini pernikahannya diperbolehkan dalam islam. 


Adapun dasar dari penetapan hukum pernikahan ini, yaitu mengacu pada al quran,  Surat Al Maidah(5):5, “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.” 2. Lelaki muslim menikah dengan perempuan bukan ahli kitab. Yang dimaksud dengan non muslim yang bukan ahli kitab disini yaitu kebalikan dari agama samawi (langit), yaitu agama ardhiy (bumi). Agama Ardhiy (bumi), yaitu agama yang kitabnya bukan diturunkan dari Allah swt, melainkan dibuat di bumi oleh manusia itu sendiri. Untuk kasus yang seperti ini, maka diakatakan haram. 

Adapun dasar hukumnya yaitu al quran al Baqarah(2):222 

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. 

Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” Perempuan muslim menikah dengan laki-laki non muslim. Dari al quran al Baqarah(2):221 sudah jelas tertulis bahwa: "...Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman..." Pernikahan seorang muslim perempuan sudah menjadi hal mutlak diharamkan dalam islam, jika seorang perempuan tetap memaksakan diri untuk menikahi lelaki yang tidak segama dengannya, maka apapun yang mereka lakukan selama bersama sebagai suami istri dianggap sebagai perbuatan zina. 

Kesimpulannya: Seorang laki-laki muslim boleh menikahi perempuan yang bukan non muslim selama perempuan itu menganut agama samawi, apabila lelaki muslim menikahi perempuan non muslim yang bukan agama samawi, maka hukumnya haram. Sedangkan bagi perempuan muslim diharamkan baginya untuk menikah dengan laki-laki yang tidak seiman 

Selasa, 05 November 2013

DOA_DOA PARA NABI ALLAH




Doa Nabi Adam
“ Robbana dholamna anfusana wailam tagfirlana watarhamana lana kunnana minal khosirin “ 
Artinya :
Ya Allah , kami telah mendholimi pada diri kami sendiri, jika tidak engkau ampuni kami dan merahmati kami tentulah kami menjadi orang yang rugi.
Doa Nabi Nuh
“ Robbi inni audzubika an as alaka maa laisalli bihi ilmun wa illam tagfirli watarhamni akum minal khosirin “ (surat Hud; 47)
Artinya :
Ya Tuhanku sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari sesuatu yang aku tidak mengetahui hakekatnya, dan sekiranya tidak Engkau ampuni dan belas kasih niscaya aku termasuk orang – orang yang merugi
Doa Nabi Ibrahim
“ Robbana taqobal minna innaka anta sami’ul alim wa tub alaina innaka antat tawwaburrokhim “ (al baqarah; 128-129)
Artinya :
Ya Tuhan kami terimalah amalan kami sesungguhnya Engkau maha mendengar dan Mengetahui, dan termalah taubat kami, sesungguhnya Engkau penerima taubat lagi Maha Penyayang.
“ Robbi ja alni muqimas sholati wa min dzuriyyati, robbana wa taqobal doa, Robbannagh firli wa li wa li dayya wa li jamiil mukminina yauma yaqumul hisab “ (ibrahim ; 40 -41)
Artinya :
Ya Tuhanku jadikanlah aku dan anak cucuku orang – orang yang tetap mendirikan sholat, ya Tuhanku perkenankanlah doaku , ya Tuhanku beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan seluruh orang mukmin, pada hari terjadinya hisab.
Doa Nabi Yunnus
“ Lailaha illa anta subhanaka inni kuntum minadh dholimin “ (al anbiya;87)
Artinya :
Tidak ada Tuhan Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau sesungguhnya aku orang yang dholim
Doa Nabi Zakariya
“ Robbi latadzarni wa anta choirul warisin “ (an biya ; 89)
Artinya :
Ya Allah janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri, sesungguhnya engkau pemberi waris yang paling baik
“ Robbi habli miladunka duriyattan, thoyibatan innaka sami’ud du’a “ (ali imron;28)
Artinya :
Ya Tuhan berilah aku seorang anak yang baik dari sisiMu, sesungguhnya Engkau maha pendengar Doa
Doa Nabi Musa
“ Robis shrohli shodri wa ya shirli amri wah lul uqdatam mil lissani yah khohu khouli “ (Thoha ; )
Artinya :
Ya Tuhanku lapangkanlah dadaku, dan lancarkanlah lidahku serta mudahkanlah urusanku
“ Robbi inni dholamtu nafsi fa firlhi “ (al qhosos ; 16)
Artinya :
Ya Allah aku menganiaya diri sendiri, ampunilah aku
“ Robbi Naj jini minal qumid dholimin “ (
Artinya :
Ya Tuhan lepaskanlah aku dari kaum yang dholim
“ Robbi ini lima anzalta illayya min khoirin faqir “ (al qhosos; 24)
Artinya :
Ya Tuhanku sesungguhnya aku memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku
“ Robbi firli wa li akhi wa adkhilna fi rohmatika, ya arhamar rokhimin “ (
Artinya :
Ya Tuhanku ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmatMu, dan Engkau Maha Penyayang diantara yang menyayangi
Doa Nabi Isa
“ Robbana anzil alaina ma idatam minas samai taqunu lana idzal li awalina, wa akhirina, wa ayyatam minka war zukna wa anta khoiru roziqin “ ( al maidah ; 114)
Artinya :
Ya Tuhanku turunkanlah pada kami hidangan dari langit, yang turunnya akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang – orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau, berilah kami rejeki dan Engkaulah pemberi rejeki yang paling baik.
Doa Nabi Syuaib :
“ Robbana taf bainana, wa baina kaumina bil haqqi , wa anta khoirul fatihin “ (A araf; 89)
Artinya :
Berilah keputusan diantara kami dan kaum kami dengan adil, Engkaulah pemberi keputusan yang sebaik – baiknya.
Doa Nabi Ayyub :
“ Robbi inni masyaniyad durru wa anta arhamur rohimin “
Artinya :
Bahwasanya aku telah ditimpa bencana, Engkaulah Tuhan yang paling penyayang diantara penyayang.
Doa Nabi Sulaiman
“ Robbi auzidni an askhuro ni’matakallati an amta allaya wa ala wa li dayya wa an a’mala sholikhan tardhohu wa ad khilni birrohmatika fi ibadikas sholikhin “ (an naml; 19)
Artinya :
Ya Tuhan kami berilah aku ilham untuk selalu mensyukuri nikmatmu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, dan kepada kedua ibu bapakku dan mengerjakan amal sholeh yang Engkau ridloi, dan masukkanlah aku dengan rahmatMu kedalam golongan hamba-hambMu yang Sholeh.
Doa Nabi Luth
“ Robbi naj jini wa ahli mimma ya’malun “
Artinya :
Ya Tuhanku selamatkanlah aku beserta keluargaku dari perbuatan yang mereka kerjakan
“ Robbin surni alal kaumil mufsidin “ (assyu araa ; 169)
Artinya :
Ya Tuhanku tolonglah aku dari kaum yang berbuat kerusakan
Doa Nabi Yusuf
“ Fatiros samawati wal ardli anta fiddunya wal akhiro tawwaffani musliman wa al hiqni bissholihin “ (yusuf ; 101)
Artinya :
Wahai pencipta langit dan bumi Engkaulah pelindungku di dunia dan akhirat wafatkanlah aku dalam keadaan pasrah (islam), dan masukkanlah aku dengan orang – orang sholeh.
Doa Nabi Muhammad
“ Robbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hassanah wa qina adza bannar “ (hadist)
Artinya :
Ya Tuhanku berikanlah aku kebaikan di dunia dan akhirat, dan jauhkanlah aku dari api neraka
“ Robbana latuzig qullubana ba’daidz haddaitana wahabblana miladunka, rohmatan innaka antal wahab” (Ali Imron; 8)
Artinya :Ya Tuhanku janganlah Engkau palingkan hati kami setelah Engkau beri petunjuk, dan berilah kami rahmat, sesungguhnya Engkau adalah dzat yang banyak pemberiannya.

Selasa, 24 September 2013

HUKUM MEMBUAT TATTO DALAM ISLAM

hukum bertato dalam islam? Para pemuda dengan taklid butanya mengikuti segala apa yang ia saksikan. Sehingga tato semakin menyebar di antara pemuda dan pemudi. Ada tato yang bermotifkan binatang atau bermotifkan orang-orang tertentu. Mereka semua telah kehilangan kehormatannya dan telah menggadaikan kemuliannya. Di sisi lain, mereka menjadi corong dari gerakan freemansori atau gerakan zionisme Bertato merupakan perbuatan yang menghimpun berbagai dosa. Di antaranya ialah najis. Karena dengan bertato, seseorang yang sedang junub tidak dapat membasuh dengan air bagian yang bertato. Perlu diketahui bahwa kulit yang bertato tidak dapat menyerap air, terutama tato permanen. Tato permanen ini sulit untuk dihapus atau dihilangkan. Tato seperti ini hanya dapat hilang dengan besi panas saja, yaitu dengan membakar atau merusak kulit yang telah ditato. 

Bertato di bagian badan yang termasuk aurat yang kemudian diperlihatkan sudah tentu hukumnya haram. Hal ini bertentangan dengan islam yang memerintahkan untuk menutup aurat Selain itu, mengagungkan sesuatu yang seharusnya direndahkan merupakan dosa besar. Perbuatan ini Nampak ketika seseorang bangga dengan orang-orang fasik yang bertato. Para pemuda dan pemudi telah menyatu dengan berbagai perbuatan dosa. Mereka telah merusak perasaan, mencemari jiwa, membuat hati menjadi hina, serta telah kehilangan kesadaran. 

Di dalam hadis terdapat keterangan bahwa Rasulullah Muhammad
melarang memakan harta hasil penjualan darah, hasil penjualan anjing, riba dan yang mewakilinya. Beliau juga melarang orang membuat tato atau minta dibuatkan tato (HR. Bukhari) Di dalam riwayat yang lain “Allah melaknat orang-orang yang membuat tato, orang-orang yang minta dibuatkan tato, orang-orang yang mencabut bulu mata, orang-orang yang minta dicabut bulu matanya, dan orang-orang yang merenggangkan gigi untuk mempercantik wajah, dan mereka yang mengubah ciptaan Allah” (HR. Muslim)

Selasa, 10 September 2013

MENCINTAI SESAMA MUSLIM



“Anas r.a berkata bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Tidaklah termasuk beriman seseorang diantara kamu sehingga mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.” 
( H.R Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa’i )

Seorang mukmin yang ingin mendapatkan rida Allah SWT. Harus berusaha untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang diridai-Nya. Salah satunya adalah mencintai sesama saudaranya seiman seperti ia mencintai dirinya, sebagaimana dalam hadist diatas.Namun demikian hadist tidak dapat diartikan bahwa seorang mukmin yang tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri berarti tidak beriman. Maksud pernyataan pada hadist diatas. “Tidaklah sempurna keimanan seseorang “, jika tidak mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Jadi, haraf nafi pada hadist tersebut berhubungan dengan ketidaksempurnaan.Salah satu tanda kesempurnaan iman seseorang mukmin ialah mencintai saudaranya sendiri sebagaiman ia mencintai dirinya sendiri. Hal itu direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan berusaha untuk menolong dan merasakan kesusahan maupun kebahagiaan saudaranya seiman yang didasarkan atas keimanan yang teguh kepada Allah Subhanahu Wa Ta'alla

Dia tidak berfikir panjang untuk menolong saudaranya sekalipun sesuatu yang diperlukan saudaranya adalah benda yang paling dicintainya. Sikap ini timbul karena ia merasakan adanya persamaan antara dirinya dan saudaranya seiman.Kesimpulannya adalah kita sesama umat muslim jangan banyak berfikir jika ingin menolong, karena persaudaraan itu penting bagi kehidupan di dunia.

Dalam kehidupan kita mengenal beberapa sebab yang menjadikan seseorang bisa menjadi saudara satu sama lain. Di antara sebab yang paling indah dan kekal adalah saudara karena keimanan atau agama yang sama. Sebagai seorang mu’min atau muslim kita mempunyai saudara seiman atau seagama, yang tentunya akan mempunyai kewajiban untuk saling membantu, saling menolong, saling menopang, bagaikan sebuah bangunan yang saling menguatkan. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya muslim satu dengan yang lain adalah umpama bangunan yang saling menopang satu sama lainnya.” Allah Swt telah mensyari’atkan pada kita semua agar saling menguatkan ikatan dengan rasa cinta dan kasih sayang serta menghindari perpecahan dan permusuhan.

Di samping itu Allah Swt melalui Rasulullah Saw mengajarkan kepada kita untuk saling memberi dan menjawab salam. Salam merupakan ungkapan rasa cinta, maka ketika sesama muslim saling bertemu ucapkanlah salam, karena yang terbaik dari kalian adalah orang yang pertama mengucapkan salam. Dan jika diantara saudara kita ada yang sakit maka kewajiban kita untuk menjenguk dan mendo’akannya, karena hal tersebut bisa menghibur yang menghasilkan kebahagiaan dan kedamaian bagi yang sakit. Di samping itu juga bisa mempererat persaudaraan yang telah terjalin dan pada akhirnya Allah Swt akan memberikan pahala yang besar. Maka barangsiapa menjenguk orang yang sedang sakit dan dia mendo’akan atas kesembuhannya maka itu adalah obat baginya. Rasulallah SAW bersabda, “Barang siapa menjenguk orang yang sedang sakit dan ia mendo’akannya maka ia selalu berada di Khorafatil jannah (Keindahan taman surga) sampai ia pulang. Barang siapa menjenguk orang sakit maka ia akan dimudahkan dalam berbagai masalah dan pintu taubatnya selalu terbuka lebar.”

Syariat Allah yang lain adalah agar kita selalu berbuat baik pada sesama muslim, Allah Swt berfirman, “Tiada kebaikan yang bisa menyelamatkan kalian, kecuali orang yang menyeru kepada shodaqoh dan berbuat baik antara sesama.” Termasuk berbuat baik kepada sesama muslim adalah ketika melihat saudara muslim kita berada dalam kerusakan maka kewajiban kita untuk memperbaikinya, ketika mereka menjauh maka dekatilah dan ketika melihat dua orang saling bermusuhan maka damaikanlah. Ketika seorang di antara kamu yang batuk ataupun bersin maka pujilah Allah dengan ucapan Alhamdulillah dan kewajiban yang mendengar untuk mengucapkan “Yarhamukallah“ dan diteruskan dengan ucapan, “Yahdikumullah Wayasluhu bainakum.” Jika dalam suatu kelompok ada perselisihan maka duduklah bersama sama lalu musyawarahlah, karena musyawarah berguna untuk mencapai kesepakatan yang paling benar untuk kemaslahatan bersama tanpa adanya seseorang yang merasa dirugikan. Rasulullah Saw mencegah suatu ucapan atau perkataan yang bisa membuat perpecahan atau permusuhan bahkan melaknat bagi siapa saja yang bermusuhan atau tidak saling menyapa sampai 3 hari lamanya. Sabda Rasulullah Saw, “Tidak halal (haram) hukumnya bagi dua orang Islam yang saling bermusuhan atau tidak saling tegur sapa selama 3 hari dan jika ia mati dalam keadaan tersebut maka ia akan masuk neraka.” Naudzubillah min dzalik. Rasulullah Saw melarang bagi siapa saja yang mengadu domba, dan beliau juga melarang membicarakan keburukan (aib) orang lain, karena hal tersebut bisa menimbulkan kerusakan dan pertikaian.

Bersilaturrahim termasuk sesuatu yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah Saw. Dalam shaheh Bukhori Muslim diceritakan, “Datang seorang sahabat pada Nabi Saw, dan berkata, ‘Ya Rasulullah, kabarkan pada kami sesuatu yang bisa memasukkan kami pada surga dan menjauhkan kami pada neraka?’ Rasulullah Saw menjawab, ‘Sembahlah Allah Swt, dirikanlah sholat, dan sambunglah silatur rahim.” Dalam hadits lain, beliau bersabda, “Sambunglah rahimmu atau bersilaturrahimlah karena hal tersebut bisa memanjangkan umur dan meluaska rizqi,” “Sesungguhnya sanak saudaramu itu digantungkan dengan Arsy, maka barangsiapa yang menyambungnya maka ia bersambung dengan Allah Swt, dan barangsiapa yang memutusnya , maka ia telah putus dengan Allah Swt.” Begitu pentingnya silturrahim maka Allah akan melaknat orang-orang yang memutuskannya, sesuai dengan sabda Rasulullah Saw bahwa ada 4 golongan yang dilaknat oleh Allah ta’ala: 1.Orang yang membohongi Allah ta’ala, 2.Orang yang memutus silatur rahim, 3.Orang yang menyebarkan berita palsu atau fitnah 4.Orang yang merubah penerangan atau petunjuk jalan 

TOKOH HIZBULLAH :KESALAHAN BESAR ASSAD MENGUNAKAN ZAT KIMIA --------------------------------------------------------------------------------------




Syiah terbukti Bertaqiah lagi :
Badan Intelijen Jerman (BND) bersedia membeberkan petunjuk tambahan untuk membuktikan bahwa tentara Presiden Suriah Bashar al-Assad memang benar telah menggunakan senjata kimia di pinggiran Damaskus pada 21 Agustus lalu, Selasa (3/9/2013).

BND mengungkapkan, mereka telah memata-matai percakapan antara anggota Hizbullah dan seorang diplomat Iran.

Der Spiegel, majalah Jerman mengabarkan, bahwa BND telah memata-matai percakapan antara seorang anggota Hizbullah berpangkat tinggi dan pejabat di kedutaan Iran. Dari isi percakapan tersebut, pejabat Hizbullah tersebut nampaknya mengakui, bahwa senjata kimia memang benar telah digunakan di Suriah.

"Saraf otak Assad telah hilang dan dia membuat sebuah kesalahan besar dengan memerintahkan serangan dengan mengunakan senjata kimia," ungkap pejabat Hizbullah kepada pejabat di kedutaan Iran, seperti dilansir Der Spiegel.

Laporan tersebut dibuat saat pertemuan rahasia untuk pemilihan anggota parlemen. Saat itu, Kepala BND, Gerhard Schindler, mengungkapkan, hanya rezim Assad yang memiliki senjata kimia seperti gas sarin.

"BND yakin, bahwa hanya ilmuwan dari rezim Pemerintah Suriah lah yang mampu membuat senjata kimia tersebut dan memasangnya dalam sebuah rudal kecil. Mereka kemudian menggunakan senjata itu dalam serangan pada 21 Agustus lalu," sebut laporan Der Spiegel.

Majalah Der Spiegel menujukan rekaman BND tentang percakapan anggota Hizbullah berpangkat tinggi dan pejabat di kedutaan Iran, yang bisa menjadi bagian terpenting dalam teka-teki kebenaran penggunaan senjata kimia oleh Pemerintah Suriah.

Seperti diketahui, sampai hari ini sejumlah intelijen barat masih menyelidiki kebenaran penggunaan senjata kimia dalam serangan di pinggiran Ibu Kota Damaskus pada 21 Agustus lalu.

(*/der-spiegel/sindo)

Sabtu, 31 Agustus 2013

Aktivitas Mut’ah di Iran & Peningkatan AIDS Akibat Mut’ah di Iraq

Syaikh Dr. Abdul Mun’im an-Nimr dalam salah satu risalahnya bercerita tentang teman beliau yang seorang guru besar sastra Persi. Sang guru besar bertutur pada beliau, ”Saya berkunjung ke Teheran saya siapkan makalahku tentang sastra Persia. Selama saya di sana saya menyempatkan waktu untuk mencari informasi tentang nikah mut’ah, bukan untuk bermut’ah tapi saya ingin menyelidiki.

Setelah saya bertanya tentang tempat-tempat mut’ah, maka saya pun menuju ke salah satu tempat tersebut. Sesampai di sana, seorang syaikh menyambutku dengan ucapan selamat datang. ”Saya ingin bermut’ah” kataku membuka pembicaraan. ”Kalau ia cantik dan menarik saya ingin mut’ah dalam waktu yang lama” kataku melanjutkan. Maka saya oleh syaikh tersebut dipersilahkan masuk ke salah satu ruangan. Lalu laki-laki paru baya tersebut memerintahkan kepada beberapa orang perempuan melintas di depanku dengan memperlihatkan seluruh kecantikannya untuk saya pilih. Karena hanya ingin menyelidik, sayapun lalu minta maaf dengan ramah karena tak satu pun yang menarik hatiku.

Saya lalu pergi ke tempat lain guna melanjutkan penyelidikan di salah satu kafe. Kali ini saya melangkah lebih jauh. Setelah saya memilih satu wanita, kami lalu duduk bersama. Wanita itu lalu bertanya padaku tentang lama waktu mut’ah yang saya inginkan sebab setiap jam beda upahnya. Wanita itu juga bertanya tentang tempat yang saya inginkan untuk ’berbulan madu’ apakah di penginapanku atau di rumahnya. ”Upahnya berbeda-beda sesuai fasilitas yang ada di tempat yang telah disepakati” kata wanita itu. Saya berpura-pura tidak setuju dan marah-marah, lalu pergi sambil minta maaf kepada pemilik kafe.

Sebelum pergi, saya menyempatkan diri pada pemilik kafe tentang tanggapan penduduk sekitar tantang keberadaan kafe-kafe yang memiliki ’pelayanan plus’. Pemilik kafe dengan berterus terang mengatakan bahwa penduduk merasa terusik dengan keberadaan tempat tersebut.

Di lain waktu (juga dalam rangka penyelidikan) saya pernah bercanda pada salah seorang kerabatku keturunan persia di Teheran. Saya memintanya untuk menikahkan putrinya denganku secara mut’ah. Kerabatku itu marah besar dan memutus tali silaturrahimya denganku”.
Demikian tutur Dr Abdul Mun’im an-Namr salah seorang akademisi yang banyak menulis masalah -masalah syi’ah.

Mut’ah dan AIDS

Empat tahun terakhir di Irak, sejak AS menginvasi negeri 1001 malam itu, terjadi peningkatan tajam penderita AIDS, yang paling parah dibanding masa-masa sebelumnya.

Tahun 2003, jumlah penderita positif HIV mencapai 265 orang dan sebagian besar meninggal dunia. Dalam penelitian disimpulkan, 80 orang dari jumlah tersebut, tertular virus HIV melalui transfusi darah yang diperoleh dari luar Irak sebelum tahun 1986. Tapi pada tahun-tahun belakangan ini, penyebaran virus HIV mengalami perubahan di Irak. Melalui sejumlah penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa virus HIV di Irak menyebar melalui hubungan dengan lawan jenis secara intensif, melebihi apa yang biasa dilakukan seorang pelacur.

Sebuah lembaga penelitian Irak yang khusus memantau perkembangan penyakit seksual di antara warga Irak di kota Nejef, Karbala, Wasith, Qadisiya, Maisan, Dzi Qar, Bashra, Matsana, dan Baghdad, baru baru ini mengeluarkan sejumlah hasil penelitiannya. Mereka menemukan beberapa tahun terakhir terjadi trend pernikahan mut’ah di banyak keluarga Irak yang berada di bawah garis kemiskinan. Kaum wanita yang menjadi pelaku nikah mut’ah inilah yang menurut penelitian, menjadi salah satu sarana perpindahan virus HIV ke manusia lain. Sementara si wanita tidak sadar bila dirinya membawa virus HIV.

Satu dari dua penderita AIDS di Irak adalah pelaku nikah mut’ah. Menurut perkiraan dokter, di sejumlah distrik yang dihuni mayoritas oleh kaum Syiah, terjadi kasus penderita penyakit AIDS lebih dari 75 ribu kasus per tahunnya. Kajian yang dilakukan juga memunculkan kesimpulan adanya sejumlah besar para penderita AIDS yang belum merujuk ke dokter karena alasan sosial. Jumlah penderita AIDS di Irak merupakan jumlah yang paling besar dari berbagai negara Eropa dan Arab, setelah Iran. Dan pernikahan mut’ah menjadi sebab utama yang paling banyak menularkan virus HIV melalui hubungan seksual.

Sejak tumbangnya pemerintahan Irak pimpinan Saddam Husein tahun 2003, secara tidak resmi terjadi arus pernikahan mut’ah yang luar biasa di Irak. Nikah mut’ah di Irak bahkan dilakukan dalam tempo sangat singkat, yakni satu kali hubungan badan lalu berpisah. Karena itulah sebagian kaum pria dan wanita terlibat hubungan seksual melalui pernikahan mut’ah beberapa kali, bahkan dalam satu hari.

Dan kini, menurut Kementerian Kesehatan Irak, selama tiga tahun terakhir, terjadi 64.428 kasus penderita AIDS di Irak. Para tokoh agama dan pejabat pemerintah saat ini melakukan upaya intensif untuk menekan trend nikah mut’ah yang menjadi indikator hilangnya pertimbangan logika, kesehatan, etika dan moralitas warga Irak.

Para pembaca budiman, inilah fakta nyata jika kemaksiatan yang bernama zina dilegalkan atas alasan apapun, termasuk dengan mengemasnya dengan nama ‘nikah mut’ah.

Nikah mut’ah dalam ajaran syi’ah adalah nikah kontrak dalam waktu tertentu. Beberapa tahun, bulan, minggu atau bahkan beberapa jam saja. Terserah pada kesepakatan calon ‘mempelai’. Nikah mut’ah ini tidak ada bedanya dengan zina selain karena adanya kontrak waktu, juga tidak disyaratkan adanya saksi dan wali.

Mut’ah memiliki keistimewaan yang besar di dalam aqidah Syi’ah Rafidhah, dikatakan dalam buku “Manhajus Shadiqin” yang ditulis oleh Fathullah Al Kasyani, dari Ash Shadiq bahwasanya mut’ah adalah bagian dari agamaku, dan agama nenek moyangku, dan barang siapa yang mengamalkannya berarti ia mengamalkan agama kami, dan barang siapa yang mengingkarinya berarti ia mengingkari agama kami, bahkan ia bisa dianggap beragama dengan selain agama kami, dan anak yang dilahirkan dari hasil perkawinan mut’ah lebih utama dari pada anak yang dilahirkan di luar nikah mut’ah, dan orang yang mengingkari nikah mut’ah ia kafir dan murtad.

Dinukil oleh Al-Qummy dalam bukunya “Maa laa Yudhrikuhul Faqih, dari Abdillah bin Sinan dari Abi Abdillah ia berkata “Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala mengharamkan atas orang-orang syi’ah segala minuman yang memabukkan, dan menggantikan bagi mereka dengan mut’ah.”

Syi’ah Rafidhah tidak membatasi jumlah tertentu dalam mut’ah, dikatakan dalam buku “Furu’ul Kaafi”, Ath-Thahdib, dan Al-Istibshar, dari Zurarah dari Abi Abdillah ia berkata, “Saya bertanya kepadanya tentang jumlah wanita yang dimut’ah, apakah hanya empat wanita? ia menjawab nikahilah (dengan mut’ah) dari wanita, meskipun itu 1000 (seribu) wanita, karena mereka (wanita-wanita ini) dikontrak.”

Orang Rafidhah tidak berhenti sampai di situ saja, bahkan mereka memperbolehkan mendatangi wanita (istri) dari duburnya (menyetubuhi istri dari jalan belakangnya).

Disebutkan dalam buku Al-Istibshar yang diriwayatkan dari Ali bin Al-Hakam, ia berkata, “Saya pernah mendengar Shafwan berkata” saya berkata kepada Ar-Ridha, “Seorang budak memperintah saya untuk bertanya kepadamu tentang suatu masalah yang mana ia malu menanyakan langsung kepadamu”, maka ia berkata, “Apa masalah itu?”, ia menjawab, “Bolehkah seorang laki-laki menyetubuhi istrinya dari duburnya”, maka ia menjawab, “Ya, boleh baginya”.

Bagaimana kita bisa menerima dan membenarkan nikah seperti ini, sementara Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,

“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka, atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela, barang siapa yang mencari dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas” (QS.Al-Mu’minun : 5-7).

KISAH NYATA AKIBAT NIKAH MUT'AH

PASIEN TERAKHIR

Untuk kedua kalinya wanita itu pergi ke dokter Hanung, seorang dokter spesialis kulit dan kelamin di kota Bandung. Sore itu ia datang sambil membawa hasil laboraturium seperti yang diperintahkan dokter dua hari sebelumnya. Sudah beberapa Minggu dia mengeluh merasa sakit pada waktu buang air kecil (drysuria) serta mengeluarkan cairan yang berlebihan dari vagina (vagina discharge).

Sore itu suasana di rumah dokter penuh dengan pasien. Seorang anak tampak menangis kesakitan karena luka dikakinya, kayaknya dia menderita Pioderma. Disebelahnya duduk seorang ibu yang sesekali menggaruk badannya karena gatal. Di ujung kursi tampak seorang remaja putri melamun, merenungkan akne vulgaris (jerawat) yang ia alami.

Ketika wanita itu datang ia mendapat nomor terakhir. Ditunggunya satu per satu pasien yang berobat sampai tiba gilirannya. Ketika gilirannya tiba, dengan mengucap salam dia memasuki kamar periksa dokter Hanung. Kamar periksa itu cukup luas dan rapi. Sebuah tempat tidur pasien dengan penutup warna putih. Sebuah meja dokter yang bersih. Dipojok ruang sebuah wastafel untuk mencuci tangan setelah memeriksa pasien serta kotak yang berisi obat-obatan.

Sejenak dokter Hanung menapat pasiennya. Tidak seperti biasa, pasiennya ini adalah seorang wanita berjilbab rapat. Tidak ada yang kelihatan kecuali sepasang mata yang menyinarkan wajah duka. Setelah wawancara sebentar (anamnese) dokter Hanung membuka amplop hasil laboratorium yang dibawa pasiennya. Dokter Hanung terkejut melihat hasil laboratorium. Rasanya ada hal yang mustahil. Ada rasa tidak percaya terhadap hal itu. Bagaimana mungkin orang berjilbab yang tentu saja menjaga kehormatannya terkena penyakit itu, penyakit yang hanya mengenai orang yang sering berganti-ganti pasangan seksual.

Dengan wajah tenang dokter Hanung melakukan anamsese lagi secara cermat.

# “Saudari masih kuliah?”

# “Masih Dok”

# “Semester berapa?”

# “Semester tujuh Dok”

# “Fakultasnya?”

# “Sospol”

# “Jurusan komunikasi massa ya?”

Kali ini ganti pasien terkahir itu yang kaget. Dia mengangkat muka dan menatap dokter Hanung dari balik cadarnya.

# “Kok dokter tahu?”

# “Aah,…….. tidak, hanya barang kali saja!”

Pembicaraan antara dokter Hanung dengan pasien terakhirnya itu akhirnya seakan-akan beralih dari masalah penyakit dan melebar kepada persoalan lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan masalah penyakit itu.

# “Saudari memang penduduk Bandung ini atau dari luar kota?”

Pasien terkahirnya itu tampaknya mulai merasa tidak enak dengan pertanyaan dokter yang mulai menyimpang dari masalah-masalah medis itu. Dengan jengkel dia menjawab.

# “Ada apa sih Dok …. Kok tanya macam-macam?”

# “Aah enggak,… barangkali saja ada hubungannya dengan penyakit yang saudari derita!”

Pasien terkahir itu tampaknya semakin jengkel dengan pertanyaan dokter yang kesana-kemari itu. Dengan agak kesal ia menjawab:

# “Saya dari Pekalongan”

# “Kost-nya?”

# “Wisma Fathimah, jalan Alex Kawilarang 63”

# “Di kampus sering mengikuti kajian islam yaa”

# “Ya, … kadang-kadang Dok!”

# “Sering mengikuti kajian Bang Jalal?”

Sekali lagi pasien itu menatap dokter Hanung.

# “Bang Jalal siapa?”

Tanyanya dengan nada agak tinggi.

# “Tentu saja Jalaluddin Rahmat! Di Bandung siapa lagi Bang Jalal selain dia… kalau di Yogya ada Bang Jalal Muksin”

# “Ya,…. kadang-kadang saja saya ikut”

# “Di Pekalongan,… (sambil seperti mengingat-ingat) kenal juga dengan Ahmad Baraqba?”

Pasien terakhir itu tampak terkejut dengan pertanyaan yang terkahir itu, tetapi dia segera menjawab

# “Tidak! Siapa yang dokter maksudkan dengan nama itu dan apa hubungannya dengan penyakit saya?”

Pasien terakhir itu tampak semakin jengkel dengan pertanyaan-tanyaan dokter yang semakin tidak mengarah itu. Tetapi justru dokter Hanung manggut-manggut dengan keterkejutan pasien terakhirnya. Dia menduga bahwa penelitian penyakit pasiennya itu hampir selesai.

Akhirnya dengan suara yang penuh dengan tekanan dokter Hanung berkata,

# “Begini saudari, saya minta maaf atas pertanyaan-pertanyaan saya yang ngelantur tadi, sekarang tolong jawab pertanyaan saya dengan jujur demi untuk therapi penyakit yang saudari derita,…”

Sekarang ganti pasien terakhir itu yang mengangkat muka mendengar perkataan dokter Hanung. Dia seakan terbengong dengan pertanyaan apa yang akan di lontarkan oleh dokter yang memeriksanya kali ini.

# “Sebenarnya saya amat terkejut dengan penyakit yang saudari derita, rasanya tidak mungkin seorang ukhti mengidap penyakit seperti ini”

# “Sakit apa Dok?”.

Pasien terakhir itu memotong kalimat dokter Hanung yang belum selesai dengan amat penasaran.

# “Melihat keluhan yang anda rasakan serta hasil laboratorium semuanya menyokong diagnosis gonore, penyakit yang disebabkan hubungan seksual”.

Seperti disambar geledek perempuan berjilbab biru dan berhijab itu, pasien terakhir dokter Hanung sore itu berteriak,

# “Tidak mungkin!!!”

Dia lantas terduduk di kursi lemah seakan tak berdaya, mendengar keterangan dokter Hanung. Pandang matanya kosong seakan kehilangan harapan dan bahkan seperti tidak punya semangat hidup lagi.

Sementara itu pembantu dokter Hanung yang biasa mendaftar pasien yang akan berobat tampak mondar-mandir seperti ingin tahu apa yang terjadi. Tidak seperti biasanya dokter Hanung memeriksa pasien begitu lama seperti sore ini. Barangkali karena dia pasien terakhir sehingga merasa tidak terlalu tergesa-gesa maka pemeriksaannya berjalan agak lama. Tetapi kemudian dia terkejut mendengar jerit pasien terakhir itu sehingga ia merasa ingin tahu apa yang terjadi.

Dokter Hanung dengan pengalamannya selama praktek tidak terlalu kaget dengan reaksi pasien terakhirnya sore itu. Hanya yang dia tidak habis pikir itu kenapa perempuan berjilbab rapat itu mengidap penyakit yang biasa menjangkiti perempuan-perempuan rusak. Sudah dua pasien dia temukan akhir-akhir ini yang mengidap penyakit yang sama dan uniknya sama-sama mengenakan busana muslimah. Hanya saja yang pertama dahulu tidak mengenakan hijab penutup muka seperti pasien yang terakhirnya sore hari itu. Dulu pasien yang pernah mengidap penyakit yang seperti itu juga menggunakan pakaian muslimah, ketika didesak akhirnya dia mengatakan bahwa dirinya biasa kawin mut’ah. Pasiennya yang dahulu itu telah terlibat jauh dengan pola pikir dan gerakan Syi’ah yang ada di Bandung ini. Dari pengalaman itu timbul pikirannya menanyakan macam-macam hal mengenai tokoh-tokoh Syi’ah yang pernah dia kenal di kota Kembang ini dan juga kebetulan mempunyai seorang teman dari Pekalongan yang menceritakan perkembangan gerakan Syi’ah di Pekalongan. Beliau bermaksud untuk menyingkap tabir yang menyelimuti rahasia perempuan yang ada didepannya sore itu.

# “Bagaimana saudari,… penyakit yang anda derita ini tidak mengenali kecuali orang-orang yang biasa berganti-ganti pasangan seks. Rasanya itu tidak mungkin terjadi pada seorang muslimah seperti diri anda. Kalau itu masa lalu saudari baiklah saya memahami dan semoga dapat sembuh, bertaubatlah kepada Allah, … atau mungkin ada kemungkinan lain,…?”

Pertanyaan dokter Hanung itu telah membuat pasien terakhirnya mengangkat muka sejenak, lalu menunduk lagi seperti tidak memiliki cukup kekuatan lagi untuk berkata-kata. Dokter Hanung dengan sabar menanti jawaban pasien terakhirnya sore itu. Beliau beranjak dari kursi memanggil pembantunya agar mengemasi peralatan untuk segera tutup setelah selesai menangani pasien terakhirnya itu.

# “Saya tidak percaya dengan perkataan dokter tentang penyakit saya!” katanya terbata-bata.

# “Terserah saudari,… tetapi toh anda tidak dapat memungkiri kenyataan yang anda sandang-kan?”

# “Tetapi bagaimana mungkin mengidap penyakit laknat tersebut sedangkan saya selalu berada di dalam suasana hidup yang taat kepada hukum Allah?”

# “Sayapun berprasangka baik demikian terhadap diri anda,… tetapi kenyataan yang anda hadapi itu tidak dapat dipungkiri?”

Sejenak dokter dan pasien itu terdiam. Ruang periksa itu sepi. Kemudian terdengar suara dari pintu yang dibuka pembantu dokter yang mengemasi barang-barang peralatan administrasi pendaftaran pasien. Pembantu dokter itu lantas keluar lagi dengan wajah penuh dengan tanda tanya mengetahui dokter Hanung yang menunggui pasien terakhirnya itu.

# “Cobalah introspeksi diri lagi, barangkali ada yang salah,… sebab secara medis tidak mungkin seseorang mengidap penyakit ini kecuali dari sebab tersebut”.

# “Tidak dokter,… selama ini saya benar-benar hidup secara baik menurut tuntunan syari’at islam,… saya tetap tidak percaya dengan analisa dokter!”.

Dokter Hanung mengerutkan keningnya men-dengar jawaban pasien terakhirnya itu. Dia tidak merasa sakit hati dengan perkataan pasiennya yang berulang kali mengatakan tidak percaya dengan analisanya. Untuk apa marah kepada orang sakit. Paling juga hanya menambah parah penyakitnya saja, dan lagi analisanya toh tidak menjadi salah hanya karena disalahkan oleh paiennya. Dengan penuh kearifan dokter itu bertanya lagi….

# “Barangkali anda biasa kawin mut’ah?”

Pasien terakhir itu mengangkat muka.

# “Iya dokter!” “Apa maksud dokter?”

# “Itukan berarti anda sering kali ganti pasangan seks secara bebas!”

# “Lho,… tapi itukan benar menurut syari’at Islam Dok!”

Pasien terakhir itu membela diri

# “Ooo,… jadi begitu,… kalau dari tadi anda mengatakan begitu saya tidak bersusah payah mengungkapkan penyakit anda. Tegasnya anda ini pengikut Syi’ah yang bebas berganti-ganti pasangan mut’ah semau anda. Ya itulah petualangan seks yang anda lakukan. Hentikan itu kalau anda ingin selamat”.

# “Bagaimana dokter ini, saya kan hidup secara benar menurut syari’at Islam sesuai dengan keyakinan saya, dokter malah melarang saya dengan dalih-dalih medis”.

Sampai disini dokter Hanung terdiam. Sepasang giginya terkatup rapat dan dari wajahnya terpancar kemarahan yang sangat terhadap perkataan pasien terakhirnya yang tidak punya aturan itu. Kemudian keluarlah perkataan yang berat penuh tekanan.

# “Terserah apa kata saudari membela diri,…. Anda lanjutkan petualangan seks anda. Dengan resiko anda akan berkubang dengan penyakit kelamin yang sangat mengerikan itu, dan sangat boleh jadi pada suatu tingkat nanti anda akan mengidap penyakit AIDS yang sangat mengerikan itu,…..atau anda hentikan dan bertaubat kepada Allah dari mengikuti ajaran bejat itu kalau anda menghendaki kesembuhan”.

# “Ma…maaf Dok, saya telah membuat dokter tersinggung!”

Dokter Hanung hanya mengangguk menjawab perkataan pasien terakhirnya yang terbata-bata itu.

# “Begini saudari,…tidak ada gunanya resep saya berikan kepada anda kalau toh tidak berhenti dari praktek kehidupan yang selama ini anda jalani. Dan semua dokter yang anda datangi pasti akan bersikap sama,…sebab itu terserah kepada saudari. Saya tidak bersedia memberikan resep kalau toh anda tidak mau berhenti”.

# “Ba…BBaik Dok,…Insya Allah akan saya hentikan!”

Dokter Hanung segera menuliskan resep untuk pasien yang terakhirnya itu, kemudian menyodorkan kepadanya.

# “Berapa Dok?”

# “Tak usahlah,…saya sudah amat bersyukur kalau anda mau menghentikan cara hidup binatang itu dan kembali kepada cara hidup yang benar menurut tuntunan yang benar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Saya relakan itu untuk membeli resep saja”.

Pasien terakhir dokter Hanung itu tersipu-sipu mendengar jawaban dokter Hanung.

# “Terimah kasih Dok,…permisi!”

Perempuan itu kembali melangkah satu-satu di peralatan rumah Dokter Hanung. Ia berjalan keluar teras dekat bougenvil biru yang seakan menyatu dengan warna jilbabnya. Sampai digerbang dia menoleh sekali lagi ke teras, kemudian hilang di telan keramaian kota Bandung yang telah mulai temaran di sore itu.

Sumber: Buku Mengapa Kita Menolak Syi’ah, Hal.254-256, dikutip dari ASA edisi 5, 1411 H.

HARI ASYURA, HAL-HAL YANG SUNNAH DAN BID'AH

SEJARAH DAN KEUTAMAAN PUASA ASYURA
Sesungguhnya hari Asyura (10 Muharram) meski merupkan hari bersejarah dan diagungkan, namun orang tidak boleh berbuat bid'ah di dalamnya. Adapun yang dituntunkan syariat kepada kita pada hari itu hanyalah berpuasa, dengan dijaga agar jangan sampai tasyabbuh dengan orang Yahudi.

أَنَّ عَائِشَةَ رَضِي الهُِ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ رَسُولُ الهِن صَلَّى الهَُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ …

"Orang-orang Quraisy biasa berpuasa pada hari asyura di masa jahiliyyah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melakukannya pada masa jahiliyyah. Tatkala beliau sampai di Madinah beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa." [1]

قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى الهُم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ مَا هَذَا قَالُوا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى الهُل بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا قَالَ فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ نَحْنُ نَصُوْمُهُ تَعْظِيْمًا لَهُ 

"Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, kemudian beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Beliau bertanya :"Apa ini?" Mereka menjawab :"Sebuah hari yang baik, ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur. Maka beliau Rasulullah menjawab :"Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan berpuasa pada hari itu sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu." [2]

Dua hadits ini menunjukkan bahwa suku Quraisy berpuasa pada hari Asyura di masa jahiliyah, dan sebelum hijrahpun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melakukannya. Kemudian sewaktu tiba di Madinah, beliau temukan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu, maka Nabi-pun berpuasa dan mendorong umatnya untuk berpuasa.

Diriwayatkan pada hadits lain.

وَهَذَا يَوْمُ اسْتَوَتْ فِيهِ السَّفِينَةُ عَلَى الْجُودِيِّ فَصَامَهُ نُوحٌ شُكْرًا لِلَّهِ تَعَالَى 

“Ia adalah hari mendaratnya kapal Nuh di atas gunung “Judi” lalu Nuh berpuasa pada hari itu sebagai wujud rasa syukur”[3]

عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِي الهُل عَنْهُ قَالَ كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ يَوْمًا تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَتَتَّخِذُهُ عِيدًا فَقَالَ رَسُولُ الهِ صَلَّى الهُه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوهُ أَنْتُمْ 

“Abu Musa berkata : “Asyura adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan mereka menjadikannya sebagai hari raya, maka Rasulllah Shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Puasalah kalian pada hari itu” [4]

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ 

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa di hari Asyura, maka beliau menjawab : “Puasa itu bisa menghapuskan (dosa-dosa kecil) pada tahun kemarin” [5]

CARA BERPUASA DI HARI ASYURA
1. Berpuasa selama 3 hari tanggal 9, 10, dan 11 Muharram
Berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan lafadz sebagaimana telah disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam al-Huda dan al-Majd Ibnu Taimiyyah dalam al-Muntaqa 2/2:

خَالِفُوا الْيَهُودَ وَصُومُوا يَوْمًا قَبْلَهُ وَ يَوْمًا بَعْدَهُ 

"Selisihilah orang Yahudi dan berpuasalah sehari sebelum dan setelahnya."

Dan pada riwayat ath-Thahawi menurut penuturan pengarang Al-Urf asy-Syadzi:

صُومُوهُ وَصُومُوا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا وَ لاَ تُشَبِّهُوَا بِالْيَهُوْدِ

"Puasalah pada hari Asyura dan berpuasalah sehari sebelum dan setelahnya dan janganlah kalian menyerupai orang Yahudi."

Namun di dalam sanadnya ada rawi yang diperbincangkan. Ibnul Qayyim berkata (dalam Zaadud Ma'al 2/76):"Ini adalah derajat yang paling sempurna." Syaikh Abdul Haq ad-Dahlawi mengatakan:"Inilah yang Utama."

Ibnu Hajar di dalam Fathul Baari 4/246 juga mengisyaratkan keutamaan cara ini. Dan termasuk yang memilih pendapat puasa tiga hari tersebut (9, 10 dan 11 Muharram) adalah Asy-Syaukani (Nailul Authar 4/245) dan Syaikh Muhamad Yusuf Al-Banury dalam Ma’arifus Sunan 5/434

Namun mayoritas ulama yang memilih cara seperti ini adalah dimaksudkan untuk lebih hati-hati. Ibnul Qudamah di dalam Al-Mughni 3/174 menukil pendapat Imam Ahmad yang memilih cara seperti ini (selama tiga hari) pada saat timbul kerancuan dalam menentukan awal bulan.

2. Berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram
Mayoritas hadits menunjukkan cara ini:

صَامَ رَسُولُ الهِع صَلَّى الهُت عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ الهِس إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ الهَِ صَلَّى الهُم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ الهَِ صَلَّى الهَُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan berpuasa. Para shahabat berkata:"Ya Rasulullah, sesungguhnya hari itu diagungkan oleh Yahudi." Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Di tahun depan insya Allah kita akan berpuasa pada tanggal 9.", tetapi sebelum datang tahun depan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat."[6]

Dalam riwayat lain : 

لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لأَصُومَنَّ التَّاسِعَ 

"Jika aku masih hidup pada tahun depan, sungguh aku akan melaksanakan puasa pada hari kesembilan."[7].

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata (Fathul Baari 4/245) :"Keinginan beliau untuk berpuasa pada tanggal sembilan mengandung kemungkinan bahwa beliau tidak hanya berpuasa pada tanggal sembilan saja, namun juga ditambahkan pada hari kesepuluh. Kemungkinan dimaksudkan untuk berhati-hati dan mungkin juga untuk menyelisihi kaum Yahudi dan Nashara, kemungkinan kedua inilah yang lebih kuat, yang itu ditunjukkan sebagian riwayat Muslim”

عَنْ عَطَاء أَنَّهُ سَمِعَ ابْنِ عَبَاسٍ يَقُوْلُ: وَخَالِفُوا الْيَهُودَ صُومُوا التَّاسِعَ وَ الْعَاشِرَ 

"Dari 'Atha', dia mendengar Ibnu Abbas berkata:"Selisihilan Yahudi, berpuasalah pada tanggal 9 dan 10”.

3. Berpuasa Dua Hari yaitu tanggal 9 dan 10 atau 10 dan 11 Muharram

صُومُوا يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَخَالِفُوا الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا

"Berpuasalah pada hari Asyura dan selisihilah orang Yahudi, puasalah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya”

Hadits marfu' ini tidak shahih karena ada 3 illat (cacat):
-. Ibnu Abi Laila, lemah karena hafalannya buruk.
-. Dawud bin Ali bin Abdullah bin Abbas, bukan hujjah
-. Perawi sanad hadits tersebut secara mauquf lebih tsiqah dan lebih hafal daripada perawi jalan/sanad marfu'

Jadi hadits di atas Shahih secara mauquf sebagaimana dalam as-Sunan al-Ma'tsurah karya As-Syafi'i no 338 dan Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Tahdzibul Atsar 1/218.

Ibnu Rajab berkata (Lathaiful Ma'arif hal 49):"Dalam sebagian riwayat disebutkan atau sesudahnya maka kata atau di sini mungkin karena keraguan dari perawi atau memang menunjukkan kebolehan…."

Al-Hafidz berkata (Fathul Baari 4/245-246):"Dan ini adalahl akhir perkara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dahulu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam suka menyocoki ahli kitab dalam hal yang tidak ada perintah, lebih-lebih bila hal itu menyelisihi orang-orang musyrik. Maka setelah Fathu Makkah dan Islam menjadi termahsyur, beliau suka menyelisihi ahli kitab sebagaimana dalam hadits shahih. Maka ini (masalah puasa Asyura) termasuk dalam hal itu. Maka pertama kali beliau menyocoki ahli kitab dan berkata :"Kami lebih berhak atas Musa daripada kalian (Yahudi).", kemudian beliau menyukai menyelisihi ahli kitab, maka beliau menambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk menyelisihi ahli kitab."

Ar-Rafi'i berkata (at-Talhish al-Habir 2/213) :"Berdasarkan ini, seandainya tidak berpuasa pada tanggal 9 maka dianjurkan untuk berpuasa pada tanggal 11"

4. Berpuasa pada 10 Muharram saja
Al-Hafidz berkata (Fathul Baari 4/246) :"Puasa Asyura mempunyai 3 tingkatan, yang terendah berpuasa sehari saja, tingkatan diatasnya ditambah puasa pada tanggal 9, dan tingkatan diatasnya ditambah puasa pada tanggal 9 dan 11. Wallahu a'lam."

BID’AH-BID’AH DI HARI ASYURA
1. Shalat dan dzikir-dzikir khusus, sholat ini disebut dengan sholat Asyura 
2. Mandi, bercelak, memakai minyak rambut, mewarnai kuku, dan menyemir rambut. 
3. Membuat makanan khusus yang tidak seperti biasanya. 
4. Membakar kemenyan. 
5. Bersusah-susah dalam kehausan dan menampakkan kesusahannya itu. 
6. Doa awal dan akhir tahun yang dibaca pada malam akhir tahun dan awal tahun (Sebagaimana termaktub dalam Majmu' Syarif) 
7. Menentukan berinfaq dan memberi makan orang-orang miskin 
8. Memberi uang belanja lebih kepada keluarga. 
9. As-Subki berkata (ad-Din al-Khalish 8/417):"Adapun pernyataan sebagian orang yang menganjurkan setelah mandi hari ini (10 Muharram) untuk ziarah kepada orang alim, menengok orang sakit, mengusap kepala anak yatim, memotong kuku, membaca al-Fatihah seribu kali dan bersilaturahmi maka tidak ada dalil yg menunjukkan keutamaan amal-amal itu jika dikerjakan pada hari Asyura. Yang benar amalan-amalan ini diperintahkan oleh syariat di setiap saat, adapun mengkhususkan di hari ini (10 Muharram) maka hukumnya adalah bid'ah."

Ibnu Rajab berkata (Latha’iful Ma’arif hal. 53) : “Hadits anjuran memberikan uang belanja lebih dari hari-hari biasa, diriwayatkan dari banyak jalan namun tidak ada satupun yang shahih. Di antara ulama yang mengatakan demikian adalah Muhammad bin Abdullah bin Al-Hakam Al-Uqaili berkata :”(Hadits itu tidak dikenal)”. Adapun mengadakan ma’tam (kumpulan orang dalam kesusahan, semacam haul) sebagaimana dilakukan oleh Rafidhah dalam rangka mengenang kematian Husain bin Ali Radhiyallahu ‘anhu maka itu adalah perbuatan orang-orang yang tersesat di dunia sedangkan ia menyangka telah berbuat kebaikan. Allah dan RasulNya tidak pernah memerintahkan mengadakan ma’tam pada hari lahir atau wafat para nabi maka bagaimanakah dengan manusia/orang selain mereka”

Pada saat menerangkan kaidah-kaidah untuk mengenal hadits palsu, Al-Hafidz Ibnu Qayyim (al-Manar al-Munif hal. 113 secara ringkas) berkata : “Hadits-hadits tentang bercelak pada hari Asyura, berhias, bersenang-senang, berpesta dan sholat di hari ini dan fadhilah-fadhilah lain tidak ada satupun yang shahih, tidak satupun keterangan yang kuat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selain hadits puasa. Adapun selainnya adalah bathil seperti.

مَنْ وَ سَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ سَائِرَ سَنَتِهِ 

“Barangsiapa memberi kelonggaran pada keluarganya pada hari Asyura, niscaya Allah akan memberikan kelonggaran kepadanya sepanjang tahun”.

Imam Ahmad berkata : “Hadits ini tidak sah/bathil”. Adapun hadits-hadits bercelak, memakai minyak rambut dan memakai wangi-wangian, itu dibuat-buat oleh tukang dusta. Kemudian golongan lain membalas dengan menjadikan hari Asyura sebagai hari kesedihan dan kesusahan. Dua goloangan ini adalah ahli bid’ah yang menyimpang dari As-Sunnah. Sedangkan Ahlus Sunnah melaksanakan puasa pada hari itu yang diperintahkan oleh Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi bid’ah-bid’ah yang diperintahkan oleh syaithan”.

Adapun shalat Asyura maka haditsnya bathil. As-Suyuthi dalam Al-Lali 2/29 berkata : “Maudhu’ (hadits palsu)”. Ucapan beliau ini diambil Asy-Syaukani dalam Al-Fawaid Al-Majmu’ah hal.47. Hal senada juga diucapkan oleh Al-Iraqi dalam Tanzihus Syari’ah 2/89 dan Ibnul Jauzi dalam Al-Maudlu’ah 2/122

Ibnu Rajab berkata (Latha’ful Ma’arif) : “Setiap riwayat yang menerangkan keutamaan bercelak, pacar, kutek dan mandi pada hari Asyura adalah maudlu (palsu) tidak sah. Contohnya hadits yang dikatakan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu secara marfu.

غْتَسَلَ وَ تَطَهَّرَ فِي يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ لَمْ يَمْرَضْ فِي سَنَتِهِ إِلاَّ مَرَضَ الْمَوْتِ

“Barangsiapa mandi dan bersuci pada hari Asyura maka tidak akan sakit di tahun itu kecuali sakit yang menyebabkan kematian”.

Hadits ini adalah buatan para pembunuh Husain.
Adapun hadits,

ِمَنِ اكْتَحَلَ بِالإِثْمِدِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ لَمْ تَرْمِدْ عَيْنُهُ أَبَدًا

“Barangsiapa bercelak dengan batu ismid di hari Asyura maka matanya tidak akan pernah sakit selamanya”

Maka ulama seperti Ibnu Rajab, Az-Zakarsyi dan As-Sakhawi menilainya sebagai hadits maudlu (palsu).

Hadits ini diriwayatkan Ibnul Jauzi dalam Maudlu’at 2/204. Baihaqi dalam Syu’abul Iman 7/379 dan Fadhail Auqat 246 dan Al-Hakim sebagaimana dinukil As-Suyuthi dalam Al-Lali 2/111. Al-Hakim berkata : “Bercelak di hari Asyura tidak ada satu pun atsar/hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan hal ini adalah bid’ah yang dibuat oleh para pembunuh Husain Radhiyallahu ‘anhu.

Demikianlah sedikit pembahasan tentang hari Asyura. Semoga kita bisa meninggalkan bid’ah-bid’ahnya. Amin

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun V/1421H/2001M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296] 
_______
Footnote
[*]. Diolah oleh Aris Munandar bin S Ahmadi, dari kitab Rad’ul Anam Min Muhdatsati Asyiril Muharram Al-Haram, karya Abu Thayib Muhammad Athaullah Hanif, tahqiq Abu Saif Ahmad Abu Ali
[1]. Hadits Shahih Riwayat Bukhari 3/454, 4/102-244, 7/147, 8/177,178, Ahmad 6/29, 30, 50, 162, Muslim 2/792, Tirmidzi 753, Abu Daud 2442, Ibnu Majah 1733, Nasa’i dalam Al-Kubra 2/319,320, Al-Humaidi 200, Al-Baihaqi 4/288, Abdurrazaq 4/289, Ad-Darimy 1770, Ath-Thohawi 2/74 dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya 5/253
[2]. Hadits Shahih Riwayat Bukhari 4/244, 6/429, 7/274, Muslim 2/795, Abu Daud 2444, Nasa’i dalam Al-Kubra 2/318, 319, Ahmad 1/291, 310, Abdurrazaq 4/288, Ibnu Majah 1734, Baihaqi 4/286, Al-Humaidi 515, Ath-Thoyalisi 928
[3]. Hadits Riwayat Ahmad 2/359-360 dengan jalan dari Abdusshomad bin Habib Al-Azdi dari bapaknya dari Syumail dari Abu Hurairah, Abdusshomad dan bapaknya keduanya Dha’if.
[4]. Hadits Shahih Riwayat Bukahri 4/244, 7/274, Muslim 2/796, Nasa’i dalam Al-Kubra 2/322 dan Al-Baihaqi 4/289
[5]. Hadits Shahih Riwayat Muslim 2/818-819, Abu Daud 2425, Ahmad 5/297, 308, 311, Baihaqi 4.286, 300 Abdurrazaq 4/284, 285
[6]. Hadits Shahih Riwayat Muslim 2/796, Abu Daud 2445, Thabary dalam Tahdzibul Atsar 1/24, Baihaqi dalam Al-Kubra 4/287 dan As-Shugra 2/119 serta Syu’abul Iman 3506 dan Thabrabi dalam Al-Kabir 10/391
[7]. Hadits Shahih Muslim 2/798, Ibnu Majah 736, Ahmad 1/224, 236, 345, Baihaqi 4/287, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushanafnya 3/58, Thabrani dalam Al-Kabir 10/401, Thahawi 2/77 dan lain-lain
[8]. Abdurrazaq 4/287, Thahawi dalam Syarh Ma’anil Atsar 2/78, Baihaqi dalam Sunan Kubra 4/287 dan dalam Syu’abul Iman 3509 dari jalan Ibnu Juraij, Atha telah mengabariku …. Sanadnya shahih. Ada juga muttabi dalam riwayat Qasim Al-Bhagawi dalam Al-Hadits Ali Ibnil Ja’di 2/886 dengan sanad shahih
[9]. Hadits Dhaif, riwayat Ahmad 1/241, Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya 2095, Thahawi 2/78, Bazar 1052 dalam Kasyfil Atsar, Baihaqi 4/278, Thobary dalam Tahdzibul Atsar 1/215, Ibnu Adi dalam Al-Kamil 3/88