Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam berkata kepada sahabat Mu’adz
ibnu Jabal, “Maukah kuberitahukan padamu pokok amal, tiang, serta
puncaknya?” Mu’adz menjawab, “Mau, ya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
Wassalam.” Beliau bersabda, “Pokok amal adalah Islam dan tiang-tiangnya
adalah sholat, dan puncaknya adalah jihad.” (HR Tirmidzi)
Tidak diragukan lagi bahwa jihad adalah amalan yang tertinggi, puncak
ketinggian Islam. Jihad adalah salah satu prinsip dari prinsip-prinsip
aqidah al islamiyyah. Dengan berjihad berarti menjadikan agama
seluruhnya untuk Allah, mencegah kezholiman dan menegakkan yang haq,
memelihara kemuliaan kaum muslimin dan menolong kaum mustadh’afin. Allah
berfirman, “Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya
agama itu semata-mata untuk Allah.” (QS Al Anfaal: 39).
Sebaliknya dengan berjihad juga berarti menghinakan musuh-musuh
Allah, mencegah kejahatannya, menjaga kehormatan kaum muslimin, dan
menghancurkan kaum kafirin. Allah berfirman, “Perangilah orang-orang
yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari kemudian dan
mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan
Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar.” (QS At Taubah:
29).
Jihad adalah jalannya para salafush sholih dalam rangka menghadang
permusuhan kaum kuffar, munafiqin, dan mulhidin, serta seluruh
musuh-musuh agama. Di samping itu mereka juga berjihad dengan tujuan
memperbaiki keadaan kaum muslimin dalam hal aqidahnya, akhlaqnya,
adabnya, dan seluruh urusan-urusan agamanya dan dunianya serta
mentarbiyah ilmu dan amalnya.
Sebagai seorang muslim tentunya kita meyakini dalam hati bahwa
pertolongan adalah janji bagi ahli iman. Allah berfirman, “Dan kami
selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.” (QS Ar Ruum:
47). Kita juga meyakini bahwa Allah pasti menolong hamba-hamba-Nya yang
menjadi penolong agama-Nya. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang
beriman, jika kamu menolong (agama) Allah niscaya Dia akan menolongmu
dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS Muhammad: 7).
Itulah janji Allah dan Allah tidak akan menyelisihi janji-Nya. Allah
berfirman, “Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain daripada
Allah?” (QS At Taubah: 111). Dengan demikian menjadi kewajiban atas
setiap muslim ialah mengetahui apa yang mesti dilakukan dalam rangka
mengambil sebab yang dengan itu akan membuahkan pertolongan Allah
-dengan keyakinan bahwa kemenangan dan pertolongan Allah hanya akan
diraih oleh orang-orang yang ahli untuk menerimanya-.
Para pembaca -rahimakumullah-, pertolongan Allah tidak akan turun
dengan kita hanya berkoar-koar di atas mimbar, menghitung-hitung
kekuatan musuh. Pertolongan Allah tidak akan datang dengan hanya
mengumpulkan jumlah orang banyak dengan bermacam-macam latar belakang
aqidah dan pemahaman. Kemenangan dan pertolongan Allah akan sangat jauh
bila menuruti caranya orang-orang bodoh dengan berdemonstrasi di
jalan-jalan, lebih-lebih berdemonstrasi sebagai upaya menegakkan syariat
Islam!!!
Mengharapkan pertolongan Allah bukanlah dengan cara berkhayal dan
berangan-angan semata, bukan pula hanya dengan semangat yang hampa.
Allah berfirman, “(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu
yang kosong dan tidak pula menurut angan-angan ahli kitab. Barangsiapa
yang mengerjakan kejahatan niscaya akan diberi pembalasan dengan
kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak pula penolong
baginya selain dari Allah.” (QS An Nisaa: 123).
Para pembaca -yang semoga dirahmati Allah-, ketahuilah bahwa
persiapan yang paling besar bagi orang-orang yang beriman dalam rangka
membangun kekuatan atas musuh-musuhnya ialah hendaknya berhubungan
dengan Allah melalui tauhid, kecintaan, pengharapan, takut, dan
senantiasa kembali padanya, serta khusyu’ dan tawakkal. Selalu berada di
sisi-Nya dan mencukupkan dari selain-Nya.
Allah berfirman, “Orang-orang kafir berkata kepada rasul-rasul
mereka: Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau
kamu kembali kepada agama kami. Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka:
Kami pasti akan membinasakan orang-orang yang zholim itu dan Kami pasti
akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. Yang demikian
itu adalah untuk orang-orang yang takut akan menghadap kehadirat-Ku dan
yang takut kepada ancaman-Ku.” (QS Ibrohim: 13-14).
Mereka adalah para ahli tauhid yang murni yang Allah telah
menjanjikan atas mereka kemenangan, keamanan, dan khilafah. Allah
berfirman, “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di
antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia
telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh
Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk
mereka dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka
berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa, mereka tetap menyembah-Ku
dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.” (QS An Nuur:
55).
Apakah kita kaum muslimin telah benar-benar memperhatikan syarat yang
agung ini: “… menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun
dengan Aku”? Inilah yang mesti diketahui dan ditegakkan oleh orang-orang
yang mempunyai kedua penglihatan.
Ingatlah! Tatkala sekelompok kaum mu’minin dari para sahabat
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam keluar menuju perang Hunain di
mana sebagiannya mereka baru masuk Islam. Ketika sampai di sebuah pohon
yang disebut Dzaatu Anwaath, mereka melihat kaum musyrikin
menggantungkan senjata-senjatanya pada pohon itu dalam rangka meminta
berkah. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzaatu
Anwaath seperti halnya mereka.” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam
menjawab, “Allahu Akbar!”, dalam riwayat lain, “Subhanallah! Demi Dzat
yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh kalian telah mengatakan seperti
perkataan kaum Musa padanya (Musa AS): Buatlah untuk kami sebuah tuhan
(berhala), sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).” (QS
Al A’raaf: 138), (HR Ahmad).
Perhatikanlah hadits ini dimana keislaman mereka yang masih baru
tidak menghalangi Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassalam untuk mengingkarinya
dari satu kalimat yang akan menjerumuskan kepada kesyirikan. Jumlah
mereka yang banyak, rapi siap untuk bertempur memerangi orang-orang
kafir tidak menghalangi Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassalam untuk mencegah /
meluruskan kesalahan mereka yang sifatnya aqidah. Jadi sama sekali
tidak boleh mengesampingkan haq Allah untuk diibadahi dengan tauhid
karena ini syarat yang paling agung. Jika tidak maka akan lenyaplah
jihad itu.
Semoga para pembaca masih ingat, bagaimana kaum muslimin mendapatkan kemenangan yang gemilang atas kaum Tartar setelah mereka memperbaiki aqidahnya dan membuktikan tauhidnya kepada Allah AWJ. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Dan ketika kaum muslimin mulai memperbaiki urusan-urusannya, benar dalam beristighotsah kepada Rabbnya, maka mereka mendapatkan kemenangan atas musuh-musuhnya dengan kemenangan yang mulia.
Semoga para pembaca masih ingat, bagaimana kaum muslimin mendapatkan kemenangan yang gemilang atas kaum Tartar setelah mereka memperbaiki aqidahnya dan membuktikan tauhidnya kepada Allah AWJ. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Dan ketika kaum muslimin mulai memperbaiki urusan-urusannya, benar dalam beristighotsah kepada Rabbnya, maka mereka mendapatkan kemenangan atas musuh-musuhnya dengan kemenangan yang mulia.
Sebaliknya, kaum Tartar mengalami kekalahan dengan kekalahan yang tak pernah mereka alami sebelumnya.
Ketika pembuktian tauhid yang benar kepada Allah dan taat kepada
Rasul-Nya, sesungguhnya Allah akan menolong Rasul-Nya dan orang-orang
yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari didatangkannya
saksi-saksi.” Ini menunjukkan bahwa pertolongan dan kemenangan di muka
bumi tidak akan dapat diraih kecuali setelah menancapkan agama yang
benar di dalam jiwa. Dan Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku beserta
kamu. Sesungguhnya jika kamu mendirikan sholat dan menunaikan zakat
serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu
pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik.” (QS Al Maidah: 12).
Dan Allah juga berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan
suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaannya yang ada pada diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum,
maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tidak ada pelindung
bagi mereka selain Dia.” (QS Ar Ra’d: 11).
Alangkah baiknya jika penulis menukil wasiatnya Umar ibnu Abdil Aziz,
sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imam Abu Nu’aim dalam Al Hilyah
(5/303) dari jalan Ibnul Mubarok dari Maslamah ibnu Abi Bakroh dari
seorang laki-laki dari Quraisy, bahwa Umar ibnu Abdil Aziz berwasiat
kepada sebagian pekerjanya, “Hendaklah engkau bertaqwa kepada Allah di
tempat mana saja Engkau berada. Sesungguhnya taqwa kepada Allah adalah
persiapan yang paling baik, makar yang paling sempurna, dan kekuatan
yang paling dahsyat.
Dan janganlah karena kebencian musuhmu kepadamu menjadikanmu dan
orang-orang yang bersamamu menjadi lebih perhatian padanya daripada
maksiat-maksiat kepada Allah. Sesungguhnya yang paling Aku takutkan atas
manusia adalah dosa-dosanya daripada makar-makar musuhnya. Karena kita
membenci musuh-musuh dan menang atas mereka disebabkan karena
kemaksiatan-kemaksiatan mereka, jika bukan karena itu kita tak punya
kekuatan karena jumlah mereka tak seperti jumlah kita, kekuatan mereka
tak seperti kekuatan kita. Jika kita tidak dimenangkan atas mereka
karena kebencian kita, kita takkan dapat mengalahkan mereka dengan
kekuatan kita.
Dan janganlah karena permusuhan seseorang dari manusia menjadikan
kalian lebih perhatian padanya daripada dosa-dosa kalian. Ketahuilah
bahwa bersama kalian para malaikat Allah yang menjaga kalian, mengetahui
apa yang kalian lakukan di rumah-rumah dan di perjalanan kalian, maka
malulah dari mereka, perbaikilah kebersamaan kalian dengan mereka,
janganlah kalian sakiti mereka dengan maksiat-maksiat kepada Allah
sedang kalian mengira bahwa kalian fi sabilillah.
Janganlah kalian katakan bahwa musuh-musuh kita lebih jelek
keadaannya daripada kita dan mereka takkan pernah menang atas kita
sekalipun kita banyak dosa. Berapa banyak kaum yang dihinakan dengan
sesuatu yang lebih jelek dari musuh-musuhnya karena dosa-dosanya.
Mintalah kalian pertolongan kepada Allah atas diri-diri kalian,
sebagaimana kalian minta pertolongan pada-Nya atas musuh-musuh kalian.
Kita memohon yang demikian untuk kita dan kalian…”
Demikianlah sebagian dari wasiatnya Umar ibnu Abdil Aziz yang memacu
kita kaum muslimin untuk senantiasa bermuhasabah atas diri-diri kita.
Dan di akhir tulisan ini penulis ingin mengingatkan kembali bahwa Allah
SWT menggantungkan pertolongan-Nya atas taqwa, sabar, dan perbaikan
hubungan dengan-Nya melalui tauhid. Allah berfirman, “Jika kamu bersabar
dan bertaqwa niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan
kemudhorotan kepadamu.” (QS Ali Imron: 120).
“Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertaqwa dan mereka datang
menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu
dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda.” (QS Ali Imron: 125).
“Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu
termasuk urusan yang patut diutamakan.” (QS Ali Imron: 186).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar