1

Jumat, 07 Juni 2013

SHALAT ADALAH MI'RAJNYA ORANG BERIMAN

Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada wajah Allah yang menciptakan langit dan bumi dengan lurus, dan aku bukan termasuk orang yang menyekutukan-Nya.” (QS Al An’am 6 : 79)

“Sungguh beruntunglah mereka yang beriman yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (Al Mukminun 23 : 1-2)

Muqaddimah

Jika sang Nabi diangkat ke langit dalam peristiwa Isra Mikraj, yang mengantarkan Beliau menyaksikan rahasia-rahasia suci, serta bertemu langsung dengan sang Khalik, maka seorang mukmin sejati juga bisa merasakan mikraj ini. Medianya tak lain adalah shalat.
Ya, shalat adalah mikraj rohani mukmin, sarana dia untuk sampai dan menggapai keluhuran dan ketinggian.
Shalat dan Ketinggian.
Shalat dan ketinggian barangkali sudah bersanding secara azali. Shalat diperintahkan langsung oleh Allah Tuhan Yang Maha Tinggi dan tempat pemyampaian perintah itu adalah Sidratul Muntaha, tempat tertinggi yang penghabisan.
Kalimat azan yang menyeru,
"Hayya ala ash-sholah, hayya ala al-falah, marilah kita shalat marilah kita menuju kemenangan.."
Kalimat itu merupakan pernyataan implisit sekalugus eksplisit bahwa mereka yang shalat adalah mereka yang ditinggikan. bukankah sang juara akan berdiri paling atas dan paling terlihat diantara yang bukan pemenang...??
Demikianlah, ketinggian rohani terpampang jelas dalam amal ini bagi siap saja yang berkonsentrasi memperhatikannya.
Rasulullah SAW telah menyebutkan bahwa ashshalatu mi'rajul mu'minin yang berarti shalat itu mi'rajnya orang-orang mukmin. Inilah tamsil nan indah serta luar biasa. Jelas ada sesuatu yang dahsyat hingga Nabi menyebutkan kenyataan batin ini dnegan kalimat demikian. Kedahsyatan itu hanya bisa didapat jika kita larut dan khusyuk dalam shalat.
Artinya sebuah pengalaman yang dialami langsung, dicecap indra dan teraba oleh hati. Sayang kita sering menyia-nyiakan tamsil ini dah ini dengan tidak mengindahkan kekhusyukan shalat.

Khusyu’ Dalam Shalat

“Sungguh beruntunglah mereka yang beriman yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (Al Mukminun 23 : 1-2)

Salah satu bentuk khusyu’ yang dapat dilihat secara syariat adalah shalat yang tak menengok ke kanan dan ke kiri. Hal itu disebutkan dalam beberapa ayat dan Hadits di bawah ini :

“Maka sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yakin ( mati ) “. (QS Al Hijr 1: 99)

“Ingatlah kematian di dalam sholatmu. Karena sesungguhnya seseorang jika mengingat kematian di dalam sholatnya, niscaya dia akan bermaksud untuk memperbaiki sholatnya. Dan lakukanlah sholat sebagaimana sholat seseorang yang tidak pernah mengira bahwa dia akan dapat melakukan selain sholat yang dilakukannya itu “. (HR Ath Thabrani)

“Jika engkau telah berdiri di dalam sholatmu, maka lakukanlah sholat sebagaimana sholat seorang yang akan meninggalkan dunia “. (HR Ahmad)

“Dari Abu Hurairah : “Rasulullah Saw pernah menoleh ke kanan dan ke kiri dalam shalat, lalu Allah menurunkan firman-Nya : Sungguh beruntung mereka yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. Kemudian Rasulullah Shallallhu ‘Alaihi wa Sallam, shalat dengan khusyu’ dan tidak menoleh ke kanan atau ke kiri”. (HR An Nasai)

“Allah itu tanpa henti memperhatikan shalatnya hamba, selama hamba itu tidak menoleh. Jika hamba itu menoleh, maka Allah mengalihkan pandangan-Nya dari hamba itu.” (Al Hadits)

Rasulullah Saw ketika melakukan shalat selalu dengan tuma’ninah, yaitu sikap tenang atau diam sejenak sehingga beliau dapat menyempurnakan ruku’, I’tidal, sujud dan duduk antara dua sujud dalam shalatnya.

“Apabila kalian melaksanakan shalat maka janganlah terburu-buru dan datangilah shalat tersebut dengan tenang dan penuh hormat.” (HR Bukhari)

Cara untuk memasuki shalat yang khusyu’ dapat di lakukan dengan langkah-langkah berikut ini :

1. Heningkan pikiran dan usahakan tubuh anda rileks. Tak perlu mengkonsentrasikan pikiran karena anda akan merasakan pusing dan lelah.

2. Kemudian rasakan getaran kalbu yang bening dan sambungan rasa itu kepada Allah (biasanya kalau sudah tersambung, suasana sangat hening dan tenang terasa getarannya menyelimuti jiwa dan fisik. Getaran jiwa inilah yang kemudian memendar menjadi Nur yang menyambungkan kepada Allah (Nur Shalah), yang menyebabkan pikiran tidak liar).

3. Bangkitkan kesadaran diri, bahwa anda sedang berhadapan dengan Allah. Sadari bahwa anda akan memuja dan bersembah sujud kepada-Nya serendah-rendahnya, menyerahkan segala apa yang ada pada diri anda.

4. Berniatlah dengan sengaja dan sadar sehingga muncul getaran rasa yang sangat halus dan kuat yang menarik rohani kita meluncur ke Cahaya-Nya, pada saat itulah ucapkan takbir Allahu Akbar, sembari mengangkat tangan untuk mempertemukan jari-jari tangan dengan pasangannya, yaitu tujuh lubang inderawi dikepala. Sesuai dengan Hadits Nabi Muhammad Saw : “Ketika kami berada di sisi Rasulullah, tiba-tiba beliau bertanya : “Adakah orang asing dianatara kamu, kemudian beliau memerintahkan pintu dututup dan bersabda : Angkatlah tangan kamu” (HR Al Hakim). Saksikan dan nikmati Nur Ilahi dan Nur Muhammad yang terlihat oleh mata Qalbu. Kemudian luruskan niat, sesungguhnya aku menghadap wajah ku kepada Wajah Allah yang menciptakan langit dan bumi, dengan selurus-lurusnya, dan aku bukan termasuk orang yang syirik. Rasakan kelurusan jiwa anda yang terus bergetar menuju Nur Allah dan Nur Muhammad, dan setelah itu menyerahlah secara total dalam “Lautan Cahaya-Nya”. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah semata.

5. Rasakanlah kehadiran Nur Ilahi dan Nur Muhammad yang masih menyelimuti jiwa anda, dan mulailah perlahan-lahan membaca setiap ayat dengan tartil, pastikan anda masih tetap melihat Nur Ilahi dan Nur Muhammad saat membaca ayat-ayat-Nya.

6. Kemudian lakukanlah rukuk, biarkan badan anda membungkuk. Pastikan bahwa roh anda tetap melihat Nur Ilahi dan Nur Muhammad Yang Maha Agung, kemudian secara perlahan-lahan bacalah dengan penuh perasaan hormat subhaana rabbiyal adiimi wabihamdihi. Jika hal ini terjadi seirama antara rohani dengan fisik anda, maka Nur Ilahi dan Nur Muhammad yang tersaksikan akan bertambah Cemerlang dan meliputi diri kita sehingga bertambah kuat pula kekhusyu’an shalat kita.

7. Setelah rukuk, anda berdiri kembali perlahan sambil terus menyaksikan Nur Allah dan Nur Muhammad sambil mengucapkan pujian kepada-Nya Yang Maha Mendengar, samiallahu liman hamidah, kemudian setelah kedua tangan diturunkan ucapan : Rabbana lakal hamdu millussamawati wamil ul ardhi wamil uma syita min syai in ba’du (Ya Allah, kami bagi-Mu segala puji sepenuh langit dan bumi, sepenuh barang yang Engkau kehendaki). Rasakan keadaan ini sampai rohani anda mengatakannya dengan sebenarnya, dan jangan sedikitpun rasa tersisa dalam diri untuk ingin dipuji.

8. Kemudian secara perlahan dengan tetap melihat Nur Allah dan Nur Muhammad, bersujudlah serendah-rendahnya. Biarkan tubuh Anda bersujud, rasakan sujud anda agak lama. Jangan mengucapkan pujian kepada Allah yang Maha Suci, subhana rabbiyal a’la wabihamdih, sebelum roh dan fisik anda bersatu dalam Cahaya Allah dan Cahaya Muhammad ketika sujud. Biasanya terasa sekali bersatunya rohani dengan Nur Allah dan Nur Muhammad ketika memuji Allah dan akan berpengaruh kepada fisik, menjadi lebih tunduk dan ringan.

9. Selanjutnya lakukanlah shalat seperti di atas dengan perlahan-lahan dan tuma’ninah di setiap gerakan. Jika anda melakukannya dengan benar, maka getaran Nur Ilahi dan Nur Muhammad akan bergerak menuntun fisik anda. Sempurnakan kesadaran “Nur shalah” anda sampai salam.

Anda akan merasakan getaran “Nur shalah” (Cahaya Penghubung) kapan saja, sehingga suasananya menjadi sangat indah dan damai. Dan ketika tiba waktu shalat, “Nur Shalah” itu akan bertambah besar dan merupakan tempat persinggahan jiwa untuk mengisi getaran “Nur Iman” yang diperoleh dari shalat dengan khusyu’. Agar getaran “Nur Iman” itu tidak tertutup lagi ingatlah Wujud Allah yang telah tersaksikan dalam shalat, dalam setiap kesempatan.

“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalatmu, ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk, dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasakan tenang, maka dirikanlah shalat (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS An Nisa’ 4 :103)

Shalat Mi’rajnya Orang Mukmin

Pandangan bahwa sholat adalah mikrajnya kaum beriman merujuk pada pendapat yang kedua, yakni bermi`raj secara spiritual. Sholat yang khusyu` dimungkinkan dapat mengantarkan orang mukmin berjumpa, ber muwajahah, ber muhawarah dan ber munajat, berkomunikasi secara intens dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala Bagaimana caranya?

Imam Gazali dalam Ihya `Ulumuddin menyebut enam makna batin yang dapat menyempurnakan makna sholat, yaitu ; (1) kehadiran hati, (2) kefahaman, (3) ta`zim, mengagungkan Allah, (4) segan, haibah, (5). Berharap, raja, dan (6) malu.

1. Yang dimaksud dengan kehadiran hati (hudur al qalb) dalam sholat ialah bersihnya hati dari hal-hal yang tidak semestinya terlintas di dalam sholat, sinkron antara apa yang diucapkan dalam sholat dengan apa yang difikirkan.

2. Yang dimaksud dengan kefahaman, tafahhum, adalah faham terhadap makna dari apa yang diucapkan dalam sholat. Kefahaman akan makna yang dibaca akan dapat membantu menghadirkan hati.

3. Yang dimaksud dengan ta`zim ialah sikap hormat kepada Allah. Ta`zim merupakan buah dari dua pengetahuan, yaitu pengetahuan penghayatan atas kebesaran Allah dan kesadaran akan kehinaan dan keterbatasan dirinya sebagai makhluk.

4. Yang dimaksud dengan haibah ialah perasaan takut kepada Allah yang bersumber dari kesadaran bahwa kekuasaan Allah itu amat besar dan efektif serta menyadari bahwa hukum Allah atau sunnatullah itu pasti berlaku. Oleh karena itu ia sangat takut melanggar hukun-hukumnya, karena akibatnya merupakan satu kepastian.

5. Yang dimaksud dengan raja’, penuh harap, adalah selalu berfikir positif bahwa Allah Maha lembut dan luas kasih sayangNya. Di dalam sholat, perasaan harap dan cemas silih berganti, cemas takut melanggar, dan berharap memperoleh rahmatNya.

6. Sedangkan perasaan malu, haya’ kepada Allah bersumber dari kesadaran akan banyaknya kekurangan pada dirinya dalam menjalankan ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala..

Menurut Imam Gazali, jika ke enam hal itu berkumpul pada orang sholat, maka hatinya akan menjadi khusyu` karena seluruh cita rasanya, seluruh kesadarannya, tertuju hanya kepada Yang Satu, Yang Maha Agung, yang dihormati, ditakuti, tapi menjadi tumpuan harapannya. Aisyah pernah menceriterakan bahwa di luar sholat, Nabi biasa berbincang-bincang akrab dengan siapapun, tetapi ketika sedang sholat, beliau seakan-akan tidak mengenal orang lain, dan Aisyahpun bersikap seperti tidak mengenal beliau.

Khusyu akan mudah dicapai oleh orang yang lurus pandangan hidupnya, karena kekeliruan pandangan hidup akan menyulitkan pemusatan perhatian dalam beribadah. Kelezatan bermunajat hanya dimiliki oleh orang yang sudah tidak lagi mencintai harta benda duniawi, karena seperti yang dikatakan oleh al Gazali bahwa orang yang masih bergembira dengan harta benda, apalagi yang masih mencampur adukkan kebaikan dengan keburukan, ia tidak dapat bergembira dalam bermunajat kepada Allah. Cinta harta dan cinta kepada akhirat tidak bisa menyatu dalam satu wadah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar