1

Rabu, 05 Juni 2013

MERASAKAN SENTUHAN MUKZIJAT ISRA MI'RAJ

Momentum Isra’ dan Mi;raj Nabi Muhammad saw dari Masjidil Haram di Makkah dan Masjidil Aqsa di Palestina kemudian naik Sidratul Muntaha, hingga ke tempat yang tidak dapat dijangkau oleh pengetahuan manusia, hanya Allah yang mengetahuinya merupakan peristiwa sejarah yang sangat fenomenal bagi umat Islam.
Mengapa demikian?, karena peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini bukan saja suatu peristiwa yang wajib diimani, akan tetapi merupakan bahagian terpenting dari syariat Islam, karena dalam peristiwa yang cukup bersejarah ini merupakan salah satu pilar Islam yaitu shalat 5 waktu sehari semalam, karena di dalam peristiwa yang sakral inilah perintah shalat diwajibkan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad saw dan diteruskan kepada umatnya hingga dunia ini mengakhiri tugasnya (kiamat).
Peristiwa Isra’ dan Mi;raj Nabi Muhammad saw yang terjadi pada tanggal 27 Rajab Tahun ke-10 daripada kenabian meskipun ada sebahagian ulama yang berpendapat peristiwa itu terjadi satu tahun sebelum hijrahnya Nabi Muhammad saw ke Madinah.
Namun telah terbangun kesepakatan di kalangan para ulama bahwa peristiwa Isra’ dan Mi’raj telah terjadi pada diri Nabi Muhammad saw, dan mempercayainya hukum wajib, kafir hukumnya bagi yang tidak mempercayainya karena tidak percaya dengan peristiwa ini berarti tidak percaya pula dengan kewajiban shalat 5 waktu yang telah disepakati oleh seluruh ulama di dunia ini dari dahulu hingga sekarang, kewajiban shalat diterima oleh Nabi Muhammad saw dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj tersebut.
Tidak sulit mengimani peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini bagi siapapun, baik dari kalangan muslim maupun di luar Islam, karena jika disepakati oleh umat ini bahwa Nabi Isaalihissalam dilahirkan tanpa ayah, Nabi Musa dapat membelah lautan, Nabi Ibrahim tidak terbakar, dan nabi-nabi yang lain mempunyai mukjizat yang tersendiri, mengapa peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad saw masih ada yang tidak meyakini sebagai mukjizat Nabi saw dan masih diperdebatkan apakah dengan fisik atau ruhnya ? Jika perjalanan Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad hanya merupakan perjalanan rohani atau sebagai wisata rohani bagi diri Nabi saw tidaklah merupakan mukjizat bagi diri Nabi saw, sebab semua orang dapat melakukannya, paling tidak melalui mimpi.
Oleh sebab itu para ulama dan umat Islam wajib meyakini peristiwa Isra’ dan Mi’raj tersebut adalah kejadian yang terjadi secara fisik dan ruh, tidak dengan ruh semata. Dan adapun hadis Aisyah ra isteri Nabi Muhammad saw tidak pernah ketiadaan fisik Rasul saw di malam hari tidak bertentangan dengan peristiwa yang luar biasa ini, karena Rasul saw bersama dengan Aisyah adalah ketika beliau berada di Madinah sesudah peristiwa hijrah Nabi saw dan kaum muslimin.
Sementara peristiwa Isra’ dan Mi’raj terjadi sebelum Rasul saw berhijrah ke Madinah. Demikian pula perkataan Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang menyatakan bahwa peristiwa ini terjadi ketika dalam tidur Nabi saw atau dalam mimpi nabi saw.
Perkataan Mu’awiyah bin Abi Sufyan dibantah oleh fakta sejarah bahwa Mu’awiyah bin Abi Sufyan masuk Islam pada tahun ke-8 Hijrah, yaitu tahun penaklukan Makkah, dan salah satu ciri hadis palsu adalah bertentangan dengan fakta sejarah. Dengan kata lain, peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad saw paling tidak 9 tahun lebih awal dari masuk Islamnya Mu’awiyah bin Abi Sufyan, maka persaksiannya dalam peristiwa ini tidak dapat diterima.
Bukan saja merupakan bagian dari keimanan kita, peristiwa Isra’ Mi’raj adalah salah satu peristiwa yang paling berharga dan dirasakan sentuhannya hingga sekarang ini. Sebab dengan perjalanan spritual yang dianugerahkan Allah swt kepada Nabi kita Muhammad saw, dengan membawa perintah shalat 5 waktu sehari semalam sebagai pilar dari agama ini.
Sampai saat ini kita dapat berkomunikasi dengan Allah swt lewat ibadah shalat yang kita lakukan, bahkan mi’raj yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw menjadi warisan yang paling berharga bagi umat ini sehingga kita dapat bermi’raj 5 waktu sehari semalam karena sabda Nabi Muhammad saw : Ashshalatu mi’rajul mukminin/ shalat itu adalah mi’rajnya orang-orang beriman.
Dari tinjauan historis peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini perlu diperingati sebagai napak tilas perjalanan rohani Rasul saw yang dilatarbelakangi berbagai penderitaan di atas penderitaan sehinga tahun itu dikenal sebagai tahun duka cita (a’mul huzni) diawali dengan cemoohan dari orang-orang kafir quraisy, yang tidak menerima dakwah Nabi saw, sampai kepada wafatnya Khadijah isteri yang paling berjasa dalam perjalanan dakwah dalam membantu finansial Rasul saw, dan puncaknya adalah wafatnya paman Nabi saw, Abi Thalib sebagai tulang punggung security (keamanan) dalam menjalankan tugas dakwah di kota Makkah. Semua itu dihadapi oleh Nabi Muhammad saw penuh dengan kesabaran.
Buah dari kesabaran itu dipanggil oleh Allah swt untuk menghadapnya, untuk diperlihatkan kepadanya ayat-ayat kauniah yang tidak pernah terjangkau oleh ilmu dan pikiran manusia, mulai dari menjelajahi tempat-tempat yang pernah dikunjungi oleh para nabi sebelumnya, Masjidil Haram – Masjidil Aqsa, hingga planet ketujuh sampai Arasy, Raf-raf, Mustawa dan pada akhirnya bertemu dengan Allah swt, dan menerima perintah shalat 5 waktu sehari semalam.
Dengan demikian sempurnalah perjalanan fisik dan psikis Rasul saw, kesemuanya itu dirangkum di dalam dua kata kunci, sabar dan shalat, seperti yang difirmankan Allah swt :Minta tolonglah kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya itu berat sekali dilakukan terkecuali bagi orang-orang yang khusu’. (QS. Al-Baqarah : 45).
Dari tinjauan akidah, aplikasi Isra’ Mi’raj wajib diyakini oleh umat Islam, karena peristiwa Isra’ dijelaskan oleh Allah swt secara shari’ di dalam Alquran surat al-Isra’ ayat 1 : Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Isra’ : 1)
Oleh sebab itu Imam Jalaluddin Assayuti mengatakan di dalam Tafsir Jalalainnya : Adalah kafir hukumnya bagi orang yang tidak mempercayai Isra’ dan fasik hukumnya bagi orang yang tidak mempercayai peristiwa Mi’raj, karena ayat yang menjelaskan Mi’raj di dalam Alquran tidak segamblang ayat yang menceritakan Isra’, lagi pula kata Mi’raj dalam konteks peristiwa yang laur biasa ini tidak disebutkan secara jelas nama kejadian Mi’raj dijelaskan secara detail dalam surat an-Najm ayat 7-11.
Dengan demikian peristiwa Isra’ Mi’raj bersentuhan langsung dengan keimanan dan ibadah kita hingga saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar