Kata ini pastilah kata ini tak asing lagi bagi sebagian orang. Yah, artinya
adalah perkenalan. Secara arti luas memang berarti perkenalan antara
individu satu dengan individu yang lain. Taaruf merupakan awal dari
sebuah ikatan ukhuwah. Dulu waktu awal-awal liqo, materi pertama yang
disampaikan oleh Murobbi pertamaku adalah tentang ukhuwah islamiyah.
Taaruf merupakan tahap pertama dalam berukhuwah, dilanjutkan dengan
tafahum (saling memahami), taawun (tolong-menolong), takaful (rasa
senasib, jsmin-menjamin) dan itsar (mendahulukan kepentingan saudara
kita). Yups materi pertama yang sungguh mengena yang kemudian membuatku
lebih penasaran dengan semua proses-proses dalam tarbiyah. Tapi disini
aku tidak akan membahas tentang materi ini. Hanya satu yang ingin ku
bahas yaitu bab Taaruf secara arti sempit.
Taaruf dalam arti sempit disini yaitu proses saling mengenal antara
dua individu dalam proses menuju pernikahan. Sensitif ya??? Mungkin ada
yang merasa sensitif (bagi yang belum menikah) dan ada jugayang tidak
merasa sensitif (bagi yang sudah menikah). Kalo buat aku pribadi sih,
tidak begitu sensitif mendengar kata ini hanya saja menjadi peka untuk
bisa lebih memahami makna dari taaruf itu sendiri. Bagi sebagian orang
sudah paham makna dari taaruf sebenarnya namun ada juga yang menyalah
artikan tentang taaruf ini. Yah sebagian ada yang mengartikan berpacaran
secara islam. Hups…saya pikir ini sungguh sangat keliru, karena dalam
islam sendiri tak ada yang namanya pacaran sebelum menikah. Boro-boro
pacaran, melihat lawan jenis saja sudah dilarang. Hmmm, jadi perlu
diluruskan tentang apa itu taaruf dan bagaimana cara bertaaruf yang
syar’i menurut islam.
Walaupun belum berpangalaman dalam hal taaruf (jujur banget sih…),
tapi boleh lah sedikit berbagi dari apa yang sudah saya dapatkan di
kajian keluarga pra nikah beberapa waktu lalu. Walaupun sudah berkali
ikut kajian macam ini tapi tetep saja masih ada saja hal-hal baru yang
bisa didapatkan (hehehe…).
Dalam proses taaruf, godaan setan itu akan lebih banyak menimpa diri
individu baik pihak ikhwan ataupun akhawat. Bila kita mudah tergoda oleh
bujuk rayu setan maka taaruf yang kita anggap syar’i menjadi batal.
Jadi berhati-hatilah dengan setan yang membujuk rayu kita. Sebagai
contoh adalah smsan dengan calon pasangan, facebook atau twitter, atau
juga karena seringnya bertemu. Ketiga hal inilah yang bisa menjerumuskan
kita ke hal-hal yang dilarang. Misalnya saja, kita pikir bermaksud baik
untuk membangunkan shalat tahajud “Akh/Ukh, selamat menjalankan shalat
tahajud. Semoga kebersamaan denganNya akan memudahkan proses taaruf
kita”. Nah hal semacam ini jelas tidak syar’i walaupun maksudnya baik
untuk membangunkan shalat tahajud, karena selain menghubungi calon
pasangan di jam malam juga tidak ada kaitannya dengan proses taaruf.
Jadi sms macam ini harus dihindari.
Lalu bagaimana proses taaruf yang syar’i sehingga menuju pernikahan
yang barokah? Yang pertama yaitu tidak boleh menunggu, misalnya jarak
antara taaruf dengan pernikahan selama satu tahun. Si akhawat diminta
menunggu selama satu tahun karena ikhwannya harus bekerja terlebih
dahulu atau harus menyelesaikan kuliah dulu. Hal ini jelas mendzolimi
akhawat karena harus menunggu, dan juga apa ada jaminan bahwa saat
proses menunggu itu tidak ada setan yang mengganggu?? Yang kedua adalah
tidak boleh malu-malu, jadi kalau memang sudah siap untuk menikah
sebaiknya segera untuk mengajukan diri untuk bertaaruf. Apabila
malu-malu maka ya gak jadi-jadi prosesnya, nah jadi repot sendiri kita.
Kemudian yang ketiga dapat melalui jalur mana saja. Maksudnya adalah
kita bisa meminta bantuan siapa saja untuk mencarikan calon pendamping
kita, mulai dari orang tua, murobbi, saudara, kawan atau orang-orang
yang dapat kita percaya.
Etika selama bertaaruf yaitu jangan terburu-buru menjatuhkan cinta.
Misalnya ketika kita mendapatkan satu biodata calon pasangan tanpa
mengenal lebih dalam, tiba-tiba sudah yakin dengan pilihan itu. Alangkah
baiknya jika mengenal lebih dalam mulai dari kepribadian, fisik, dan
juga latar belakang keluarganya, sehingga nanti tidak seperti membeli
kucing dalam karung. Akan tetapi tidak terburu-buru dalam menjatuhkan
cita itu juga tidak boleh terlalu lama dan bertele-tele. Sebaiknya
menanyakan hal yang penting dan to the point. Hal ini juga untuk
menghindari godaan setan yang lebih dahyat lagi.
Proses taaruf dikatakan selesai jika sudah mendapatan tiga hal yaitu
tentang budaya keluarga, proyeksi masa depan dan visi hidup dari masing
masing. Nah jika ketiga hal ini sudak didapatkan maka proses taaruf
selesai, dan berlanjut ke tingkat berikutnya apakan dilanjutkan atau
tidak. Jika iya maka segera untuk ditindak lajuti bersama dengan pihak
keluarga kedua belah pihak kalau istilah jawanya “rembug tuwo”. Dan
ingat pada saat proses menunggu datangnya hari bahagia itu godaan setan
akan bertumpuk-tumpuk, akan ada saja yang menggoda kita melalui berbagai
macam hal. Jadi untuk menghindari itu perbanyak dzikir mengingat Allah,
dan memperbaiki hubungan dengan Allah. Karena dengan itu maka Allah
akan senantiasa melindungi hati kita, pikiran kita dan tindakan kita
dari hal-hal yang dilarang.
Nah ternyata berbeda sekali antara bertaaruf dengan pacaran. Oke,
selamat bertaaruf bagi yang sudah, sedang dan akan menjalankan proses
menuju hari bahagia itu. Dan satu lagi taaruf itu bukan untuk main-main
saja, hal ini berlaku bagi teman-teman yang memang benar-benar sudah
mempersiapkan diri untuk menikah dan juga telah mendapatkan lampu hijau
dari orang tua untuk menikah. Karena terkadang orang tua belum
mengijinkan tapi kita sudah taaruf duluan, bisa gawat nanti kalau mau
dihitbah, orang tua belum mengijinkan pastinya ini akan medzolimi pihak
lain. So, persiapkan diri sebaik-baiknya untuk menjemput jodoh yang
terbaik dari Allah subhanahu wata’ala….
Sumber : kajian pra-nikah bersama Ustad Awan Abdullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar