1

Senin, 15 Juli 2013

SHAUM : HADIAH YANG TERINDAH

Betapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak ada yang mereka dapatkan dari puasanya, kecuali lapar & haus.
(H.R Ahmad)

Tiada kerinduan yang paling mendalam bagi seorang mukmin kecuali kerinduannya kepada Allah SWT. Betapa besar keinginannya untuk selalu didampingi, dilindungi dan dikasihi oleh-Nya. Berbagai cara ditempuh dan dijalani agar semakin dekat dan semakin “menyatu” dengan-Nya. Keimanannya yang tulus ikhlas membawanya terus melangkah untuk mendapat ridha-Nya di dunia dan akhirat. Karena bagi seorang mukmin, tiada lain tujuan hidupnya, apapun amal dan tindakannya, kecuali dalam upaya mencari keridhaan-Nya.

Maka seorang mukmin akan sangat bersyukur manakala Ramadhan kembali menyapanya. Menghampiri dan mendatangi dengan segala  kemuliaan yang dibawanya. Menaburkan segala macam harapan akan rahmat, ampunan dan pertolongan Allah dari siksa neraka. Bulan dimana amal shaleh menjadi berlipat ganda nilainya. Bulan ketika setan dibelenggu dan dijauhkan dari diri. Bulan manakala keindahan ibadah akan amat terasa syahdu. Bulan tatkala seorang mukmin panen pahala. Bulan diwaktu seorang mukmin menumpahkan kerinduan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'alla.

Bagi seorang mukmin, puasa bagaikan permata paling berharga yang selalu dijaga dan diriksa agar tetap bercahaya. Agar nilainya tidak pudar dilindas dosa. Supaya ia dapat mengantarkannya lebih dekat kepada Sang Pencipta, yang berkata dalam sebuah hadits qudsi : “Semua amal anak Adam (manusia) untuk diri mereka sendiri, kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untukKu, dan Aku yang akan membalasnya”.H.R. Bukahari-Muslim, dll.
Apakah Tuhan perlu pada puasa kita dan mengabil untung dari puasa kita dengan penegasan di atas. Tentu saja tidak. Itu adalah petunjuk kepada kita betapa Allah demikian besar perhatian dan kasih sayangnya terhadap orang-orang yang dengan ikhlas berpuasa.
Kewajiban puasa merupakan cara Allah untuk menunjukkan kepedulian dan kasih sayangnya. Karena ia amat peduli pada manusia yang beriman, maka Dia menunjukkan jalan kepada-Nya. Dengan kemuliaan di ujung tujuannya, dan pahala yang amat besar disisi-Nya pada proses pelaksanaannya.
Karena demikian besar perhatian-Nya pada orang-orang mukin, maka Allah SWT. mensabdakan firman-Nya : “Wahai manusia-manusia yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas manusia-manusia (yang beriman) sebelum kalian, agar kalian (dengan proses puasa itu menjadi manusia-manusia yang) bertaqwa”.Al-Baqarah:183.
Karena itu puasa adalah ibadah yang lintas zaman dan peristiwa. Puasa merupakan hadiah Allah bagi kekasih-kekasih-Nya, agar dapat senantiasa berkomunikasi dan bercengkerama tanpa ada batas antara Rabb dan hamba. Ia merupakan ikatan kasih sayang antara Khaliq danmakhluk yang paling disayanginya. Maka dengan alasan apakah seorang mukmin tidak berpuasa ?

Karena itu bagi manusia-manusia beriman yang amat dekat dengan Allah SWT., kata “diwajibkan” terasa demikian kasar. Bagi mereka, mungkin kata yang tepat adalah “dihadiahkan”. Sebuah pemberian yang amat bernilai dan berharga, yang amat rugi jika tidak menerima dan mengabaikannya.




Lalu, laku puasa seperti apakah yang akan dapat mempererat hubungan hamba dengan Pencipta itu? Puasa yang bagaimanakah yang dapat dimaknai sebagai permata yang amat berharga itu ? Shaum yang seperti apakah yang dapat membelenggu setan dan mendatangkan ampunan itu ? Nurani-nurani diri masing-masing akan dengan mudah mengetahui tingkatan hamba macam apa yang kita miliki dengan Shaum yang kita jalani.
Ketika malam hari, seseorang ber-niat untuk berpuasa, kemudian ia tidak makan, tidak minum dan tidak melakukan hal yang membatalkan tatkala fajar mulai menyingsing, hingga tenggelamnya sang surya, maka ia telah berpuasa, meski selama hari itu ia tidak shalat, tidak berhenti memaki, tidak berkedip memandang gadis tetangga yang (maaf) buka paha, tidak berhenti berbicara tentang noda-noda manusia lainnya, dan sebagainya dan sebagainya. Namun masing-masing diri bisa menilai puasa macam apa yang demikian itu.

Kesempurnaan puasa didapat dari ketulusan niat, keikhlasan hati, kesatuan tekad dan semangat untuk menggapai jalan kemuliaan menuju Sang Pencipta.  Kesuksesannya diraih bukan karena berhasil menahan tidak makan dan tidak minum serta tidak beraktivitas seksual, tetapi karena berhasil untuk tidak menurutkan “nafsu makan”, “nafsu minum”, atau “nafsu seksual”. Jadi fokusnya bukanlah makan atau minum atau nge-seksnya, melainkan nafsunya. Sebab itulah sejak dulu aktivitas puasa adalah perang melawan nafsu, karena kalau cuma tidak makan dan tidak minum, anak kelas tiga SD inprespun dapat melakukannya. Terserah pada masing-masing kita, apakah rela disamakan dengan anak SD inpres (tanpa pretensi untuk melecehkan anak SD inpres).

Meskipun Rasulullah SAW. Dalam Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim pernah bersabda, bahwa salah satu kegembiraan orang yang berpuasa adalah ketika tiba waktu berbuka, disamping ketika bertemu Tuhannya, namun hal itu tidak serta merta mengabsahkan perilaku sebagian pelaku puasa, yang ketika disebutkan tentang nafsu makan misalnya, asosiasinya adalah makan, bukan nafsunya. Karena itu ketika istrinya ke pasar, yang dibeli terutama adalah pesanan-pesanan nafsu, bukan kapasitas kebutuhan makan yang diperlukan.
Kenyataan yang terjadi menunjukkan bahwa setiap pelaku puasa pasti pernah mengalami kecenderungan untuk menimbun dan menumpuk makanan dan minuman dan setelah waktu berbuka tiba ia baru sadar bahwa ternyata perutnya tidaklah memerlukan makanan dan minuman sebanyak dan semewah yang ia kumpulkan.

Pelajaran yang didapat dari pengalaman semacam itu seharusnya adalah kesanggupan untuk memilah antara dorongan nafsu dengan kebutuhan makan. Perilaku puasa pada akhirnya bukanlah bertempur melawan “tidak boleh makan” atau “tidak boleh minum”, melainkan  melawan nafsu itu sendiri yang menuntut pengadaan lebih dari sekedar makanan atau minuman.

Karena aktivitas mengendalikan nafsu itu absolut urusan tiap-tiap pribadi, maka wajarlah bahwa puasa adalah aktivitas  vertikal antara seorang hamba dengan Tuhannya. Puasanya menjadi alat komunikasi langsung antara seorang manusia dan penciptanya. Puasa atau tidaknya ia, hanya diketahui dirinya sendiri dan Rabb-nya. Puasa menjadi ujian kesetiaan seorang hamba untuk menjadi kekasih sejati-Nya dan Anda tahu persis puasa seperti apa untuk urusan sebesar itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar