Allah
Menciptakan syariat ini dan Allah utus Rasul-Nya adalah sebagai bukti
kasih sayang-Nnya kepada seluruh manusia. Allah berfirman: “Tidaklah
Kami mengutus engkau kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
(Al-Anbiya: 107)
Ibnu Abbas radliyallahu `anhu berkata tentang ayat ini: “Siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka Allah tuliskan baginya
rahmat di dunia dan akhirat. Adapun orang yang tidak beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya, maka mereka pun mendapat rahmat dengan datangnya
Rasul yaitu keselamatan dari adzab di dunia, seperti ditenggelamkannya
ke dalam bumi atau dihujani dengan batu.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/222)
Oleh
karena itu ketika malaikat Jibril datang kepada Nabi shallallahu
`alaihi wa sallam dalam keadaan beliau terusir dari kaumnya, dilempari
dengan batu di Thaif hingga berdarah kakinya, duduk di luar kota tanpa
kawan, bermunajat kepada Allah. Malaikat itu berkata: “Aku diutus
Allah untuk mentaati perintah-Mu. Jika engkau menginginkan agar aku
menimpakan gunung ini kepada mereka aku akan laksanakan.” Maka
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Ya Allah, berilah
hidayah pada mereka karena sesungguhnya mereka belum mengetahui.”
Melihat Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berdoa seperti itu,
Jibril mengatakan: “Maha benar Allah yang menamakanmu ra’ufur rahim.” (lihat Nurul Yaqin hal. 56)
Inilah
bukti kasih sayang beliau kepada seluruh manusia. Jika beliau diberi
pilihan doa yang maqbul terhadap kaumnya apakah dilaknat dan diadzab
ataukah diberi hidayah, tentu beliau memilih berdoa agar Allah
memberikan hidayah.
Pernah suatu hari beliau didatangi oleh Thufail Ad-Dausi. Dia berkata: “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya kabilah Daus menentang dan menolak dakwah ini.
Maka doakanlah agar Allah menghancurkan mereka.” Maka Rasulullah pun
menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya. Para shahabat yang ada
di situ berucap: “Binasalah Daus!” Ternyata Rasulullah shallallahu
`alaihi wa sallam mengucapkan doa: “Ya Allah, berilah hidayah pada suku
Daus dan bawalah mereka kemari” (beliau mengucapkannya tiga kali). (HR. Bukhari dan Muslim).
Doa beliau ternyata maqbul. Suku Daus datang berbondong-bondong kepada Nabi untuk masuk Islam.
Demikian
pula diriwayatkan dari Muslim dengan sanadnya kepada Abu Hurairah
radliyallahu `anhu bahwa dia berkata: Pernah dikatakan kepada Rasulullah
shallallahu `alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, doakanlah kejelekan bagi musyrikin.” Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menjawab:
“Aku tidak diutus sebagai tukang laknat, melainkan aku diutus sebagai rahmat.” (HR. Muslim).
Dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Hanya saja aku diutus sebagai rahmat yang diberikan.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3 / 222).
Maka Islam adalah agama kasih sayang, dibawa oleh seorang penyayang dari Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
iman
kepada takdir merupakan salah satu rukun iman yang enam. Barangsiapa
tidak mengimaninya sungguh dia telah terjerumus dalam kekafiran meskipun
dia mengimani rukun-rukun iman yang lainnya. Walhamdulillah
banyak diantara kaum muslimin yang telah mengenal takdir, akan tetapi
amat disayangkan ternyata masih terdapat berbagai fenomena yang justru
menodai bahkan bertentangan dengan keimanan kepada takdir.
Barangkali masih tersimpan dalam ingatan kita tatkala seorang artis
mempopulerkan lagu ‘Takdir memang kejam’ yang sangat digemari oleh
sebagian masyarakat negeri ini beberapa waktu lampau, yang menunjukkan
betapa mudahnya masyarakat kita menerima sesuatu yang menurut mereka
bagus namun pada hakikatnya justeru merusak akidah mereka. Karena itulah
setiap muslim wajib membekali dirinya dengan pemahaman takdir yang
benar sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dan Rosul-Nya. Dalam
mengimani takdir ada empat hal yang harus diyakini dalam dada setiap
muslim yaitu al ‘ilmu, al kitabah, al masyi’ah dan al kholq.
Pertama, Al ‘Ilmu (Tentang Ilmu Allah)
Kita meyakini bahwa ilmu Allah Ta’ala meliputi segala sesuatu secara
global dan terperinci yang terjadi sejak zaman azali (yang tidak
berpermulaan) sampai abadi (yang tidak berkesudahan). Allah Ta’ala
berfirman, “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah
mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang
demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya
yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (Al Hajj: 70). Allah
sudah tahu siapa saja yang akan menghuni Surga dan siapa yang akan
menghuni Neraka. Tidak ada satupun makhluk di langit maupun di bumi
bahkan di dalam perut bumi sekalipun yang luput dari pengetahuan-Nya.
Kedua, Al Kitabah (Tentang Penulisan Ilmu Allah)
Kita meyakini bahwa Allah Ta’ala telah menuliskan ilmu-Nya tentang segala sesuatu yang terjadi di dalam Lauhul Mahfuzh sejak 50 ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Rosululloh shollAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah telah menulis takdir seluruh makhluk ciptaan-Nya semejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim). Takdir yang ditulis di Lauhul Mahfuzh ini tidak pernah berubah. Berdasarkan ilmu-Nya,
Allah telah menuliskan siapa saja yang termasuk penghuni surga dan
siapa yang termasuk penghuni neraka. Namun tidak ada satu orangpun yang
mengetahui apa yang ditulis di Lauhul Mahfuzh kecuali setelah hal itu terjadi.
Ketiga, Al Masyi’ah (Tentang Kehendak Allah)
Kita meyakini bahwa Allah Ta’ala memiliki kehendak yang meliputi
segala sesuatu. Tidak ada satu perbuatan makhluk pun yang keluar dari
kehendak-Nya. Segala sesuatu yang terjadi semuanya di bawah kehendak (masyi’ah) Allah, entah itu disukai atau tidak disukai oleh syari’at. Inilah yang disebut dengan Irodah Kauniyah Qodariyah atau Al Masyi’ah.
Seperti adanya ketaatan dan kemaksiatan itu semua terjadi di bawah
kehendak Allah yang satu ini. Meskipun kemaksiatan itu tidak diinginkan
terjadi oleh aturan syari’at.
Di sisi lain Allah memiliki Irodah Syar’iyah Diniyah. Di dalam jenis kehendak/irodah
yang kedua ini terkandung kecintaan Allah. Maka orang yang berbuat taat
telah menuruti 2 macam kehendak Allah ini. Adapun orang yang bermaksiat
dia telah menyimpang dari Irodah Syar’iyah namun tidak terlepas dari Irodah Kauniyah.
Lalu apakah orang yang bermaksiat ini terpuji? Jawabnya, Tidak. Karena
dia telah melakukan perkara yang tidak dicintai d bahkan dibenci oleh
Allah.
Keempat, Al Kholq (Tentang Penciptaan Segala Sesuatu Oleh Allah)
Kita meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta adalah
makhluk ciptaan Allah baik itu berupa dzat maupun sifat, demikian juga
seluruh gerak-gerik yang terjadi di dalamnya. Allah Ta’ala befirman, “Allah adalah pencipta segala sesuatu.”
(Az Zumar: 62). Perbuatan hamba juga termasuk makhluk ciptaan Allah,
karena perbuatan tersebut terjadi dengan kehendak dan kemampuan hamba;
yang kedua-duanya ada karena diciptakan oleh Allah. Allah Ta’ala
berfirman, “Allah-lah yang Menciptakan kalian dan amal perbuatan kalian.” (QS. Ash Shoffaat: 96)
Sumber Kesesatan Dalam Memahami Takdir
Sesungguhnya kesesatan dalam memahami takdir bersumber dari kesalahpahaman dalam memahami kehendak/irodah
Allah. Mereka yang menganggap terjadinya kemaksiatan terjadi di luar
kehendak Allah telah menyingkirkan dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah
yang menunjukkan tentang Irodah Kauniyah. Orang-orang semacam ini
akhirnya terjatuh dalam kesesatan tipe Qodariyah yang menolak
takdir. Sedangkan mereka yang menganggap segala sesuatu yang ada baik
ketaatan maupun kemaksiatan terjadi karena dicintai Allah telah
menyingkirkan dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah yang mengancam hamba
yang menyimpang dari Irodah Syar’iyah. Orang-orang semacam ini akhirnya terjatuh dalam kesesatan tipe Jabriyah
yang menganggap hamba dalam keadaan dipaksa oleh Allah. Maha Suci lagi
Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka katakan. Maka Ahlus Sunnah berada di tengah-tengah, mereka mengimani Irodah Syar’iyah dan Irodah Kauniyah, dan inilah pemahaman Nabi dan para sahabat.
Takdir Adalah Rahasia Allah
Ali bin Abi Tholib rodhiyAllahu ‘anhu menceritakan bahwa Nabi shollAllahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Setiap kalian telah ditulis tempat duduknya di surga atau di neraka.” Maka ada seseorang dari suatu kaum yang berkata, “Kalau begitu kami bersandar saja (tidak beramal-pent) wahai Rosululloh?”. Maka beliau pun menjawab, “Jangan demikian, beramallah kalian karena setiap orang akan dimudahkan”, kemudian beliau membaca firman Allah, “Adapun
orang-orang yang mau berderma dan bertakwa serta membenarkan Al Husna
(Surga) maka kami siapkan baginya jalan yang mudah.” (QS. Al Lail:
5-7). (HR. Bukhori dan Muslim). Inilah nasehat Nabi kepada kita untuk
tidak bertopang dagu dan supaya senantiasa bersemangat dalam beramal dan
tidak menjadikan takdir sebagai dalih untuk bermaksiat.
Pilih Mana: Jalan ke Surga Atau ke Neraka?
Apabila di hadapan anda terdapat 2 buah jalan; yang satu menuju
daerah yang penuh kekisruhan dan ketidakamanan, sedangkan jalan yang
satunya menuju daerah yang penuh ketentraman dan keamanan. Akan
kemanakah anda akan melangkahkan kaki? Akal sehat tentu tidak memilih
jalan yang pertama. Maka demikian pulalah seharusnya kita bersikap dalam
memilih jalan yang menuju kehidupan akhirat kita, hendaknya jalan ke
surga itulah yang kita pilih bukan sebaliknya. Alangkah tidak adilnya
manusia yang memilih kesenangan duniawi dengan akalnya namun justeru
memilih kesengsaraan akhirat dengan dalih takdir dan membuang akal
sehatnya. Suatu saat ada pencuri yang hendak dipotong tangan oleh
kholifah Umar, namun pencuri ini mengatakan, “Wahai Amirul Mukminin sesungguhnya aku mencuri hanya karena takdir Allah.” Umar pun menjawab, “Dan Kami pun memotong tangan dengan takdir Allah.” Lalu siapakah yang kejam? Bukan takdir Allah yang kejam tapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. WAllahu a’lam bish showaab.
iman
kepada takdir merupakan salah satu rukun iman yang enam. Barangsiapa
tidak mengimaninya sungguh dia telah terjerumus dalam kekafiran meskipun
dia mengimani rukun-rukun
iman yang lainnya.
Walhamdulillah
banyak diantara kaum muslimin yang telah mengenal takdir, akan tetapi
amat disayangkan ternyata masih terdapat berbagai fenomena yang justru
menodai bahkan bertentangan dengan keimanan kepada takdir.
Barangkali masih tersimpan dalam ingatan kita tatkala seorang artis
mempopulerkan lagu ‘Takdir memang kejam’ yang sangat digemari oleh
sebagian masyarakat negeri ini beberapa waktu lampau, yang menunjukkan
betapa mudahnya masyarakat kita menerima sesuatu yang menurut mereka
bagus namun pada hakikatnya justeru merusak akidah mereka. Karena itulah
setiap muslim wajib membekali dirinya dengan pemahaman takdir yang
benar sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dan Rosul-Nya. Dalam
mengimani takdir ada empat hal yang harus diyakini dalam dada setiap
muslim yaitu
al ‘ilmu,
al kitabah,
al masyi’ah dan
al kholq.
Pertama, Al ‘Ilmu (Tentang Ilmu Allah)
Kita meyakini bahwa ilmu Allah Ta’ala meliputi segala sesuatu secara
global dan terperinci yang terjadi sejak zaman azali (yang tidak
berpermulaan) sampai abadi (yang tidak berkesudahan). Allah Ta’ala
berfirman,
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah
mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang
demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya
yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (Al Hajj: 70). Allah
sudah tahu siapa saja yang akan menghuni Surga dan siapa yang akan
menghuni Neraka. Tidak ada satupun makhluk di langit maupun di bumi
bahkan di dalam perut bumi sekalipun yang luput dari pengetahuan-Nya.
Kedua, Al Kitabah (Tentang Penulisan Ilmu Allah)
Kita meyakini bahwa Allah Ta’ala telah menuliskan ilmu-Nya tentang segala sesuatu yang terjadi di dalam
Lauhul Mahfuzh sejak 50 ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Rosululloh
shollAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah telah menulis takdir seluruh makhluk ciptaan-Nya semejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim). Takdir yang ditulis di
Lauhul Mahfuzh ini tidak pernah berubah. Berdasarkan
ilmu-Nya,
Allah telah menuliskan siapa saja yang termasuk penghuni surga dan
siapa yang termasuk penghuni neraka. Namun tidak ada satu orangpun yang
mengetahui apa yang ditulis di
Lauhul Mahfuzh kecuali setelah hal itu terjadi.
Ketiga, Al Masyi’ah (Tentang Kehendak Allah)
Kita meyakini bahwa Allah Ta’ala memiliki kehendak yang meliputi
segala sesuatu. Tidak ada satu perbuatan makhluk pun yang keluar dari
kehendak-Nya. Segala sesuatu yang terjadi semuanya di bawah kehendak (
masyi’ah) Allah, entah itu disukai atau tidak disukai oleh syari’at. Inilah yang disebut dengan
Irodah Kauniyah Qodariyah atau
Al Masyi’ah.
Seperti adanya ketaatan dan kemaksiatan itu semua terjadi di bawah
kehendak Allah yang satu ini. Meskipun kemaksiatan itu tidak diinginkan
terjadi oleh aturan syari’at.
Di sisi lain Allah memiliki
Irodah Syar’iyah Diniyah. Di dalam jenis kehendak/
irodah
yang kedua ini terkandung kecintaan Allah. Maka orang yang berbuat taat
telah menuruti 2 macam kehendak Allah ini. Adapun orang yang bermaksiat
dia telah menyimpang dari
Irodah Syar’iyah namun tidak terlepas dari
Irodah Kauniyah.
Lalu apakah orang yang bermaksiat ini terpuji? Jawabnya, Tidak. Karena
dia telah melakukan perkara yang tidak dicintai d bahkan dibenci oleh
Allah.
Keempat, Al Kholq (Tentang Penciptaan Segala Sesuatu Oleh Allah)
Kita meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta adalah
makhluk ciptaan Allah baik itu berupa dzat maupun sifat, demikian juga
seluruh gerak-gerik yang terjadi di dalamnya. Allah Ta’ala befirman,
“Allah adalah pencipta segala sesuatu.”
(Az Zumar: 62). Perbuatan hamba juga termasuk makhluk ciptaan Allah,
karena perbuatan tersebut terjadi dengan kehendak dan kemampuan hamba;
yang kedua-duanya ada karena diciptakan oleh Allah. Allah Ta’ala
berfirman,
“Allah-lah yang Menciptakan kalian dan amal perbuatan kalian.” (QS. Ash Shoffaat: 96)
Sumber Kesesatan Dalam Memahami Takdir
Sesungguhnya kesesatan dalam memahami takdir bersumber dari kesalahpahaman dalam memahami kehendak/
irodah
Allah. Mereka yang menganggap terjadinya kemaksiatan terjadi di luar
kehendak Allah telah menyingkirkan dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah
yang menunjukkan tentang Irodah Kauniyah. Orang-orang semacam ini
akhirnya terjatuh dalam kesesatan tipe
Qodariyah yang menolak
takdir. Sedangkan mereka yang menganggap segala sesuatu yang ada baik
ketaatan maupun kemaksiatan terjadi karena dicintai Allah telah
menyingkirkan dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah yang mengancam hamba
yang menyimpang dari
Irodah Syar’iyah. Orang-orang semacam ini akhirnya terjatuh dalam kesesatan tipe
Jabriyah
yang menganggap hamba dalam keadaan dipaksa oleh Allah. Maha Suci lagi
Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka katakan. Maka Ahlus
Sunnah berada di tengah-tengah, mereka mengimani
Irodah Syar’iyah dan
Irodah Kauniyah, dan inilah pemahaman Nabi dan para sahabat.
Takdir Adalah Rahasia Allah
Ali bin Abi Tholib
rodhiyAllahu ‘anhu menceritakan bahwa Nabi
shollAllahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Setiap kalian telah ditulis tempat duduknya di surga atau di neraka.” Maka ada seseorang dari suatu kaum yang berkata,
“Kalau begitu kami bersandar saja (tidak beramal-pent) wahai Rosululloh?”. Maka beliau pun menjawab,
“Jangan demikian, beramallah kalian karena setiap orang akan dimudahkan”, kemudian beliau membaca firman Allah,
“Adapun
orang-orang yang mau berderma dan bertakwa serta membenarkan Al Husna
(Surga) maka kami siapkan baginya jalan yang mudah.” (QS. Al Lail:
5-7). (HR. Bukhori dan Muslim). Inilah nasehat Nabi kepada kita untuk
tidak bertopang dagu dan supaya senantiasa bersemangat dalam beramal dan
tidak menjadikan takdir sebagai dalih untuk bermaksiat.
Pilih Mana: Jalan ke Surga Atau ke Neraka?
Apabila di hadapan anda terdapat 2 buah jalan; yang satu menuju
daerah yang penuh kekisruhan dan ketidakamanan, sedangkan jalan yang
satunya menuju daerah yang penuh ketentraman dan keamanan. Akan
kemanakah anda akan melangkahkan kaki? Akal sehat tentu tidak memilih
jalan yang pertama. Maka demikian pulalah seharusnya kita bersikap dalam
memilih jalan yang menuju kehidupan akhirat kita, hendaknya jalan ke
surga itulah yang kita pilih bukan sebaliknya. Alangkah tidak adilnya
manusia yang memilih kesenangan duniawi dengan akalnya namun justeru
memilih kesengsaraan akhirat dengan dalih takdir dan membuang akal
sehatnya. Suatu saat ada pencuri yang hendak dipotong tangan oleh
kholifah Umar, namun pencuri ini mengatakan,
“Wahai Amirul Mukminin sesungguhnya aku mencuri hanya karena takdir Allah.” Umar pun menjawab,
“Dan Kami pun memotong tangan dengan takdir Allah.” Lalu siapakah yang kejam? Bukan takdir Allah yang kejam tapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.
WAllahu a’lam bish showaab
iman
kepada takdir merupakan salah satu rukun iman yang enam. Barangsiapa
tidak mengimaninya sungguh dia telah terjerumus dalam kekafiran meskipun
dia mengimani rukun-rukun
iman yang lainnya.
Walhamdulillah
banyak diantara kaum muslimin yang telah mengenal takdir, akan tetapi
amat disayangkan ternyata masih terdapat berbagai fenomena yang justru
menodai bahkan bertentangan dengan keimanan kepada takdir.
Barangkali masih tersimpan dalam ingatan kita tatkala seorang artis
mempopulerkan lagu ‘Takdir memang kejam’ yang sangat digemari oleh
sebagian masyarakat negeri ini beberapa waktu lampau, yang menunjukkan
betapa mudahnya masyarakat kita menerima sesuatu yang menurut mereka
bagus namun pada hakikatnya justeru merusak akidah mereka. Karena itulah
setiap muslim wajib membekali dirinya dengan pemahaman takdir yang
benar sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dan Rosul-Nya. Dalam
mengimani takdir ada empat hal yang harus diyakini dalam dada setiap
muslim yaitu
al ‘ilmu,
al kitabah,
al masyi’ah dan
al kholq.
Pertama, Al ‘Ilmu (Tentang Ilmu Allah)
Kita meyakini bahwa ilmu Allah Ta’ala meliputi segala sesuatu secara
global dan terperinci yang terjadi sejak zaman azali (yang tidak
berpermulaan) sampai abadi (yang tidak berkesudahan). Allah Ta’ala
berfirman,
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah
mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang
demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya
yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (Al Hajj: 70). Allah
sudah tahu siapa saja yang akan menghuni Surga dan siapa yang akan
menghuni Neraka. Tidak ada satupun makhluk di langit maupun di bumi
bahkan di dalam perut bumi sekalipun yang luput dari pengetahuan-Nya.
Kedua, Al Kitabah (Tentang Penulisan Ilmu Allah)
Kita meyakini bahwa Allah Ta’ala telah menuliskan ilmu-Nya tentang segala sesuatu yang terjadi di dalam
Lauhul Mahfuzh sejak 50 ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Rosululloh
shollAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah telah menulis takdir seluruh makhluk ciptaan-Nya semejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim). Takdir yang ditulis di
Lauhul Mahfuzh ini tidak pernah berubah. Berdasarkan
ilmu-Nya,
Allah telah menuliskan siapa saja yang termasuk penghuni surga dan
siapa yang termasuk penghuni neraka. Namun tidak ada satu orangpun yang
mengetahui apa yang ditulis di
Lauhul Mahfuzh kecuali setelah hal itu terjadi.
Ketiga, Al Masyi’ah (Tentang Kehendak Allah)
Kita meyakini bahwa Allah Ta’ala memiliki kehendak yang meliputi
segala sesuatu. Tidak ada satu perbuatan makhluk pun yang keluar dari
kehendak-Nya. Segala sesuatu yang terjadi semuanya di bawah kehendak (
masyi’ah) Allah, entah itu disukai atau tidak disukai oleh syari’at. Inilah yang disebut dengan
Irodah Kauniyah Qodariyah atau
Al Masyi’ah.
Seperti adanya ketaatan dan kemaksiatan itu semua terjadi di bawah
kehendak Allah yang satu ini. Meskipun kemaksiatan itu tidak diinginkan
terjadi oleh aturan syari’at.
Di sisi lain Allah memiliki
Irodah Syar’iyah Diniyah. Di dalam jenis kehendak/
irodah
yang kedua ini terkandung kecintaan Allah. Maka orang yang berbuat taat
telah menuruti 2 macam kehendak Allah ini. Adapun orang yang bermaksiat
dia telah menyimpang dari
Irodah Syar’iyah namun tidak terlepas dari
Irodah Kauniyah.
Lalu apakah orang yang bermaksiat ini terpuji? Jawabnya, Tidak. Karena
dia telah melakukan perkara yang tidak dicintai d bahkan dibenci oleh
Allah.
Keempat, Al Kholq (Tentang Penciptaan Segala Sesuatu Oleh Allah)
Kita meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta adalah
makhluk ciptaan Allah baik itu berupa dzat maupun sifat, demikian juga
seluruh gerak-gerik yang terjadi di dalamnya. Allah Ta’ala befirman,
“Allah adalah pencipta segala sesuatu.”
(Az Zumar: 62). Perbuatan hamba juga termasuk makhluk ciptaan Allah,
karena perbuatan tersebut terjadi dengan kehendak dan kemampuan hamba;
yang kedua-duanya ada karena diciptakan oleh Allah. Allah Ta’ala
berfirman,
“Allah-lah yang Menciptakan kalian dan amal perbuatan kalian.” (QS. Ash Shoffaat: 96)
Sumber Kesesatan Dalam Memahami Takdir
Sesungguhnya kesesatan dalam memahami takdir bersumber dari kesalahpahaman dalam memahami kehendak/
irodah
Allah. Mereka yang menganggap terjadinya kemaksiatan terjadi di luar
kehendak Allah telah menyingkirkan dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah
yang menunjukkan tentang Irodah Kauniyah. Orang-orang semacam ini
akhirnya terjatuh dalam kesesatan tipe
Qodariyah yang menolak
takdir. Sedangkan mereka yang menganggap segala sesuatu yang ada baik
ketaatan maupun kemaksiatan terjadi karena dicintai Allah telah
menyingkirkan dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah yang mengancam hamba
yang menyimpang dari
Irodah Syar’iyah. Orang-orang semacam ini akhirnya terjatuh dalam kesesatan tipe
Jabriyah
yang menganggap hamba dalam keadaan dipaksa oleh Allah. Maha Suci lagi
Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka katakan. Maka Ahlus
Sunnah berada di tengah-tengah, mereka mengimani
Irodah Syar’iyah dan
Irodah Kauniyah, dan inilah pemahaman Nabi dan para sahabat.
Takdir Adalah Rahasia Allah
Ali bin Abi Tholib
rodhiyAllahu ‘anhu menceritakan bahwa Nabi
shollAllahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Setiap kalian telah ditulis tempat duduknya di surga atau di neraka.” Maka ada seseorang dari suatu kaum yang berkata,
“Kalau begitu kami bersandar saja (tidak beramal-pent) wahai Rosululloh?”. Maka beliau pun menjawab,
“Jangan demikian, beramallah kalian karena setiap orang akan dimudahkan”, kemudian beliau membaca firman Allah,
“Adapun
orang-orang yang mau berderma dan bertakwa serta membenarkan Al Husna
(Surga) maka kami siapkan baginya jalan yang mudah.” (QS. Al Lail:
5-7). (HR. Bukhori dan Muslim). Inilah nasehat Nabi kepada kita untuk
tidak bertopang dagu dan supaya senantiasa bersemangat dalam beramal dan
tidak menjadikan takdir sebagai dalih untuk bermaksiat.
Pilih Mana: Jalan ke Surga Atau ke Neraka?
Apabila di hadapan anda terdapat 2 buah jalan; yang satu menuju
daerah yang penuh kekisruhan dan ketidakamanan, sedangkan jalan yang
satunya menuju daerah yang penuh ketentraman dan keamanan. Akan
kemanakah anda akan melangkahkan kaki? Akal sehat tentu tidak memilih
jalan yang pertama. Maka demikian pulalah seharusnya kita bersikap dalam
memilih jalan yang menuju kehidupan akhirat kita, hendaknya jalan ke
surga itulah yang kita pilih bukan sebaliknya. Alangkah tidak adilnya
manusia yang memilih kesenangan duniawi dengan akalnya namun justeru
memilih kesengsaraan akhirat dengan dalih takdir dan membuang akal
sehatnya. Suatu saat ada pencuri yang hendak dipotong tangan oleh
kholifah Umar, namun pencuri ini mengatakan,
“Wahai Amirul Mukminin sesungguhnya aku mencuri hanya karena takdir Allah.” Umar pun menjawab,
“Dan Kami pun memotong tangan dengan takdir Allah.” Lalu siapakah yang kejam? Bukan takdir Allah yang kejam tapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.
WAllahu a’lam bish showaab